Satu hari saya main kerumah Aki sepulang dari kerja. Waktu itu sudah sangat larut karena saya harus mengawasi anak-anak OSIS yang masih ada di sekolah sampai jam 7 malam.
Waktu saya tiba di rumah Aki, ada Om dan Tante yang sedang mengobrol dengan seorang tamu. Saat saya masuk dan menyapa mereka, entah kenapa saya merasa tatapan mereka aneh. Ajleb..jlebbb…Hahahha..Perasaan saya saja sepertinya.
Tapi waktu itu saya merasa sanget aneh, merasa sepertinya sedang dinilai (waktu itu juga sedang stress dengan pekerjaan & pelayanan). Saya dan Aki pergi ke mall dan selama di mall itu Aki engeh juga ada apa-apa dengan saya. Tadinya saya tidak mau cerita (stabil banget), tapi Roh Kudus ingetin saya untuk terbuka tentang apa pun, termasuk penilaian saya tentang keluarga Aki.
Saya ceritakan apa yang saya rasakan, merasa tidak disambut atau dinilai A, B…Yah, namanya juga perasaan dan itu Cuma asumsi. Aki bilang kalau keluarga mereka seperti itu. Orang-orang stabil. Mereka menunjukkan kasih mereka dengan bertanya “ Udah makan belum? Udah ini belum?”..atau dengan melayani dan memberikan ini itu. Mereka jarang sekali menunjukkan kasih lewat sentuhan, kata-kata, yang justru lebih sering dilakukan di keluarga saya.
Waktu itu saya langsung terbangun. PeeR saya masih banyak. Kalau saya merit dengan Aki, berarti saya harus menyesuaikan diri dengan keluarga Aki. Bukan berarti saya jadi ikut-ikutan stabil dsb. Tapi saya harus belajar mengerti apa yang menjadi kebiasaan mereka, menghargai apa yang mereka hargai, menghormati apa yang mereka hormati.
Wajar sih kalau keluarga Aki stabil-stabil, secara Aki Cuma 2 bersaudara, sedangkan saya 4 bersaudara yang isi rumahnya ga pernah sepi. Alias selalu ada anggota keluarga jauh yang sementara tinggal di rumah pada saat merantau dan butuh pekerjaan. Bahasa kasih keluarga saya juga sentuhan dan quality time. Kalau anak-anak pulang dari Jakarta atau Bandung, harus selalu ada waktu untuk kumpul di meja makan untuk mengobrol. Bahas ini itu, pokoknya ngobrol sampai puas. Saya, kakak, dan adik saya juga terbiasa memeluk dan dipeluk orang tua, memberikan kecupan di pipi setiap kami mau pulang ke Jakarta atau baru sampai di rumah. Beda sekali dengan keluarga Aki yang memang lebih stabil. Itu makanya waktu itu saya langsung merasa ciut..Hahahha…
Cara orang tua saya menyambut tamu juga sangat ekspresif. Senyuman di wajah langsung tanya ini itu, kabarnya gimana dan bagaimana. Pokoknya Batak banget dehh…Dengan keluarga Aki yang seperti itu saya harus belajar mengerti, bukan cuma mengerti, tapi juga membawa hal yang baik dari keluarga saya ke keluarga Aki. Dari keluarga Aki ke keluarga saya...Kira-kira seperti itu yang saya bayangkan..huehehe
Ketemu masalah seperti ini Tuhan jadi bukain lagi apa artinya “ menikahi pria itu, berarti menikahi keluarganya juga.”…Mungkin di janji nikah harusnya ada janji “ akan mengasihi orangtuamu seperti aku mengasihi orangtuaku, mengasihi saudaramu seperti aku mengasihi saudaraku.”.
Nikah dengan seseorang berarti susah senang bersama, tapi ternyata bukan cuma susahnya si suami doang, saat keluarga suami susah, ya kita ikut susah. Waktu nanti orang tua suami sakit atau kenapa-napa dan butuh pengeluaran yang besar, kita kan tidak mungkin bilang “ Itu kan orang tuamu. Bukan orang tuaku.”..Nah looohhh…Sakit ga sih dengernya??
Merit itu memang ga gampang, banyak hal-hal kecil yang tidak kita kira ternyata tetap harus kita perhitungkan. Seneng sih Babe bukain hal ini. Lebih baik saya lihat masalah ini sekarang, daripada waktu saya nikah saya jantungan karena tidak mengira akan ketemu masalah seperti. Hahahahha…
All I know God is always with us and our family.
Waktu saya tiba di rumah Aki, ada Om dan Tante yang sedang mengobrol dengan seorang tamu. Saat saya masuk dan menyapa mereka, entah kenapa saya merasa tatapan mereka aneh. Ajleb..jlebbb…Hahahha..Perasaan saya saja sepertinya.
Tapi waktu itu saya merasa sanget aneh, merasa sepertinya sedang dinilai (waktu itu juga sedang stress dengan pekerjaan & pelayanan). Saya dan Aki pergi ke mall dan selama di mall itu Aki engeh juga ada apa-apa dengan saya. Tadinya saya tidak mau cerita (stabil banget), tapi Roh Kudus ingetin saya untuk terbuka tentang apa pun, termasuk penilaian saya tentang keluarga Aki.
Saya ceritakan apa yang saya rasakan, merasa tidak disambut atau dinilai A, B…Yah, namanya juga perasaan dan itu Cuma asumsi. Aki bilang kalau keluarga mereka seperti itu. Orang-orang stabil. Mereka menunjukkan kasih mereka dengan bertanya “ Udah makan belum? Udah ini belum?”..atau dengan melayani dan memberikan ini itu. Mereka jarang sekali menunjukkan kasih lewat sentuhan, kata-kata, yang justru lebih sering dilakukan di keluarga saya.
Waktu itu saya langsung terbangun. PeeR saya masih banyak. Kalau saya merit dengan Aki, berarti saya harus menyesuaikan diri dengan keluarga Aki. Bukan berarti saya jadi ikut-ikutan stabil dsb. Tapi saya harus belajar mengerti apa yang menjadi kebiasaan mereka, menghargai apa yang mereka hargai, menghormati apa yang mereka hormati.
Wajar sih kalau keluarga Aki stabil-stabil, secara Aki Cuma 2 bersaudara, sedangkan saya 4 bersaudara yang isi rumahnya ga pernah sepi. Alias selalu ada anggota keluarga jauh yang sementara tinggal di rumah pada saat merantau dan butuh pekerjaan. Bahasa kasih keluarga saya juga sentuhan dan quality time. Kalau anak-anak pulang dari Jakarta atau Bandung, harus selalu ada waktu untuk kumpul di meja makan untuk mengobrol. Bahas ini itu, pokoknya ngobrol sampai puas. Saya, kakak, dan adik saya juga terbiasa memeluk dan dipeluk orang tua, memberikan kecupan di pipi setiap kami mau pulang ke Jakarta atau baru sampai di rumah. Beda sekali dengan keluarga Aki yang memang lebih stabil. Itu makanya waktu itu saya langsung merasa ciut..Hahahha…
Cara orang tua saya menyambut tamu juga sangat ekspresif. Senyuman di wajah langsung tanya ini itu, kabarnya gimana dan bagaimana. Pokoknya Batak banget dehh…Dengan keluarga Aki yang seperti itu saya harus belajar mengerti, bukan cuma mengerti, tapi juga membawa hal yang baik dari keluarga saya ke keluarga Aki. Dari keluarga Aki ke keluarga saya...Kira-kira seperti itu yang saya bayangkan..huehehe
Ketemu masalah seperti ini Tuhan jadi bukain lagi apa artinya “ menikahi pria itu, berarti menikahi keluarganya juga.”…Mungkin di janji nikah harusnya ada janji “ akan mengasihi orangtuamu seperti aku mengasihi orangtuaku, mengasihi saudaramu seperti aku mengasihi saudaraku.”.
Nikah dengan seseorang berarti susah senang bersama, tapi ternyata bukan cuma susahnya si suami doang, saat keluarga suami susah, ya kita ikut susah. Waktu nanti orang tua suami sakit atau kenapa-napa dan butuh pengeluaran yang besar, kita kan tidak mungkin bilang “ Itu kan orang tuamu. Bukan orang tuaku.”..Nah looohhh…Sakit ga sih dengernya??
Merit itu memang ga gampang, banyak hal-hal kecil yang tidak kita kira ternyata tetap harus kita perhitungkan. Seneng sih Babe bukain hal ini. Lebih baik saya lihat masalah ini sekarang, daripada waktu saya nikah saya jantungan karena tidak mengira akan ketemu masalah seperti. Hahahahha…
All I know God is always with us and our family.
5 Comments
Hahahahahaha, iya juga yah :) Awal2 baru kenal sama keluarganya pacarku masih ga terbiasa. Tapi karena sering bangun komunikasi sama mama papanya juga, jd aku lebih terbiasa
BalasHapusIya, emang butuh banyak quality time dan komunikasi...:p
BalasHapusiya ya...butuh penyesuaian ya Ma,selamat berjuang ya bukkkk...^^ Kalo sering spending time bareng pasti ntar terbiasa, toh ntar papah mamahnya Aki juga jadi papah mamahnu juga ^^V smangaattttt!!! Harus positive thinking ya.
BalasHapusIya, thank you megaa...*hugs
BalasHapusWah...ribet D: hahahah~ ternyata kalo emang serius courtship, banyak juga pelajaran yang harus diselesaikan XD yg pasti semakin mengasah kita semakin serupa dengan Tuhan Yesus :D
BalasHapusAku belum ngalamin yg kayak gitu XD masih happy single X3
Tetap semangat yaaa~ Gbu~