Menginginkan Kebebasan

WARNING!!! Tulisan ini mungkin akan membuat orang jadi tidak mau menikah karena ketakutan. Jadi, berdoalah sebelum membaca.


Dua bulan ini, entah kenapa saya jadi lebih banyak mengeluh. Jadi lebih banyak kuatir dan sulit bersyukur. Ya, sebenarnya saya tahu pasti sebabnya.

Saya menginginkan kehidupan orang lain.

Saya ingin bisa mengurus rumah dengan baik, mengurus anak dengan baik, tidak punya masalah keuangan, bisa melayani di gereja dengan bebas, bisa punya pekerjaan dengan gaji yang lumayan, bisa punya kebebasan melakukan hobi saya tanpa diganggu apa pun.

Wowww! Saya benar-benar menginginkan kehidupan yang sempurna. Namanya keinginan sudah pasti belum dimiliki dan hampir setiap hari saya mengeluhkan kondisi kehidupan saya.

Jujur, saya belum pernah semengeluh ini dalam hidup. Saya merasa seperti anak remaja yang labil dan menginginkan kehidupan orang lain.

Saya menginginkan kebebasan saya.

Aneh ya, padahal saya tidak dikekang dan dilarang ini itu. Rasa tanggung jawab dan komitmenlah yang membuat saya harus meletakkan kebebasan saya.

Jadi ibu rumah tangga tidak lagi menjadi sebuah sukacita. Yes, masih ketawa ketiwi, bahagia liat anak dan suami, tapi hasrat saya menginginkan kebebasan di masa lalu saya.

Kenapa saya menginginkan kebebasan masa lalu? Saya katakan ini ya, waktu kita perempuan menjadi istri lalu menjadi ibu, hampir tidak ada ruang di pikiranmu untuk memikirkan dirimu sendiri. Hampir setiap detik kamu memikirkan apa yang harus kamu bereskan dan lakukan, apakah kebutuhan suami sudah oke semua, bagaimana dengan kebutuhan anak? Saat kamu baru mau mengangkat kaki untuk istirahat, anak mulai rewel karena pup. Saat kamu baru membuat segelas teh hangat untuk sedikit menyegarkan pikiran,  anak tiba-tiba sudah bangun dan minta digendong.

Kamu akan sulit menemukan waktu untuk dirimu sendiri. Bahkan saya belum pernah ke salon untuk potong rambut dari sejak saya melahirkan.


Gilaa ya Las. Kok kamu ngeluh terus. Harusnya kamu bersyukur. Punya suami yang baik, punya anak yang sehat.

Sebenarnya, saya harus mengatakan yang tidak manis-manis ini sebelum saya menceritakan kelanjutannya.

Jadi, setelah masak MPASI Gi, saya buka aplikasi  blog saya dan langsung muncul tulisn Fany tentang bagaimana dia bergumul dengan kemalasannya mengurus rumah. Fany bilang dia bersyukur dengan teladan dari Ci Lia, ci Grace, dan Ci Shinta. Ibu-ibu yang sibuk dengan bocah-bocahnyaa, tapj masih bisa maksimal untuk melayani di blog dan homeschool.

Ketamparrrr. Iya, saya ketampar.

Saya GA SENDIRIAN! Di dunia ini banyak wanita-wanita yang menyerahkan potensi terbaiknya, kecantikan masa mudanya, dan kebebasan masa lajangnya demi, mengurus pria yang baru dikenalnya beberapa tahun dan manusia-manusia mungil yang entah muncul  dari mana.

Kenapa ya mereka mau begitu? Ada yang alasannya sama seperti saya, tanggung jawab dan komitmen. Jadi, walau pun sudah berdarah-darah mereka tetap bertahan. Tapiiiii, sama seperti saya sekarang, tidak ada sukacita, tidak ada ucapan syukur, mereka menuntut lebih dari suami, mereka mulai menginginkan suami menjadi seperti suami orang lain, mereka mengharapkan ada ini, itu, ono dan anu, berpikir dengan itu semua hidup mereka lebih bahagia.

Tapi ada juga yang punya alasan lain.
Karena Kristus. Bukan cuma karena sebuah perintah untuk istri mengurus rumah tangganya, tetapi karena ingin menyenangkan hati Tuhan. Suami adalah kepala keluarga dan kepala suamii adalah Kristus. Jadi, menyenangkan suami sama dengan menyenangkan Kristus.

Saya lupa akan hal ini. Saat saya sedang melayani suami, saya sedang melayani Kristus. Saya tidak perlu mencari-cari pelayanan di luar karena melayani suami saya berarti melayani Kristus.

Maluuuu sekali waktu saya membaca lagi beberapa blog lain. Blog Mega, tapi saya lupa yang mana.

Intinya saya diingatkan... Mulut saya mungkin tidak mengeluarkan keluhan. Tapi saat saya menekuk wajah saya dan berkata-kata tidak baik dipikiran saya, saya sama seperti perempuan yang suka mencari perdebatan.

Saya mungkin tidak merendahkan suami dengan kata-kata, tapi saat saya meremehkan dalam pikiran, saya sudah tidak menghormati dia. Tidak menghormati suami sama dengan tidak menghormati Kristus.

Dua bulan ini saya merasa menjadi manusia paling buruk di dunia. Hati saya penuh amarah dan kekuatiran. Sulit mengampuni dan sulit bersyukur.

Ubahkan hatiku Tuhan
Sama seperti saat dulu Kau ubahkan hatiku

Kuatkan kakiku Tuhan
Sama seperti saat dulu Kau menguatkan langkahku

Lembutkan hatiku Tuhan
Sama seperti saat dulu Kau lembutkan hatiku dengan kasihMu

Jangan jauh-jauh dariku Tuhan
Karena hanya Engkau yang jadi peganganku
Tempat penghiburanku
Sumber hikmatku
Dan alasanku untuk hidup

Biarlah orang-orang mencari kebahagiaannya di tempat lain
Tapi aku, Tuhan
Hanya Engkau yanh menyukakan hatiku

Selidiki hatiku Tuhan
Apakah aku sungguh mengasihi Engkau
Apakah hatiku murni mengikut Engkau

Biarlah semua orang mencemooh aku
Tapi jangan Engkau jauh-jauh dariku

Tetap di sisiku, Tuhan
Karena hanya Engkau rumah tempatku pulang



amsaLFoje via Blogaway


3 Comments

  1. Lasmaaaa...I feel you, belon punya anak sih, tapi kadang dalam hati ngeluh klo suami dah 'ganggu' aku dengan kebutuhan2nya, huhuhu. Sempat mikir, enakan pas single dulu ya, tapi waktu berpikir pria ini yang Tuhan percayakan untuk aku layani, aku ngerasa spesial, secara suamiku istimewa, hohohoho *jadimujisuamisendiri* Ga papa lah ya, mosok muji suami orang, gkgkkg. Semangat Maaa....!! Aku selalu suka liat statusmu yang semangat di fesbuk, kamu jadi berkat buat banyak orang dari rumahmu ^^

    BalasHapus
  2. Hiksss... megi.. Aku mewek lagii. Thank you ya buat semangatnya. Tiap ngerasa kayak gitu, jadi ngerasa jahat dan buruk deh. Ternyata aku ga sendirian ya. Yang penting tobat. Hahahha...


    Abangmu itu baik Megi. Keliatan dari cerita2mu. Tapi lebih baik suamiku. Hahahahhaha....

    BalasHapus
  3. hahaha, ya serem deh ya....kalo kita anggap laki orang lebih baek dari lakita :p

    BalasHapus