Dengan ditemani oleh seonggok Handphone Soner yang kesepian di kanan saya dan tempat tidur yang selalu saya tiduri *ya eeyyyaallaaahhhh* serta buku tulisan Raditya Dika yang sudah dipinjam 3 minggu yang lalu, tapi belum selesai dibaca sampai sekarang *hhoowwrraayyy!!*.
Sesungguhnya jika hati sedang galau seperti bisul yang serasa mau pecah dan pikiran yang bingung buyar ketika ada telepon masuk. Orang bilang kebiasaan akan terbentuk setelah tiga bulan melakukannya dengan rutin. Terutama dalam menjawab telepon, kebiasaan saya saat mengangkat telepon adalah menjawab dengan "AXA Selamat..(tergantung waktu tercatat di jam dinding), dengan Gerry". Terhitung Senin - Jumat dan masa kerja sudah 6 bulan lebih, saya sudah terlatih baik dengan kebiasaan itu. Sampai lupa bahwa hari ini adalah Sabtu dan refleks alamiah bilang "AXA Selam.." *dem!g kan ada di rumah, cong!* dan si Penelepon dengan kebingungan tanya "Siang, tukang nasi uduknya ada?".
Talk about habits *engres2 dikit gpp lah* tentunya tak lepas dari kebiasaan baik dan buruk. Kebiasaan buruk saya adalah mengeluarkan kotoran hidung alias "ngupil". Aku begitu sulit untuk terlepas dengan kebiasaan ini oh Tuhan, dan sepertinya butuh 200 sesi pelepasan T_T. Ok! Stop tentang ngupilnya, sekarang kita bahas yang lain. According to my efficient (menurut hemat saya) fenomena teknologi sosial media saat ini menciptakan sebuah ruang khusus dimana manusia terjebak dalam "kebiasaan buruk sosial". Utamanya adalah dalam penggunaan BBM, bukan maksud untuk menyerang tapi ada baiknya kita sedikit membuka pikiran. Tulisan saya ini bukan untuk mengkritik pengguna bb saja, tetapi siapa pun yang memiliki gadget yang punya fitur Social Media. Kenapa bb, karena memiliki pengguna terbanyak.
Kebiasaan buruk yang saya maksud adalah "Anti-sosial", yah ini yang membuat hati saya geram dan marah. Marah dalam arti sebenarnya, kesal dan tidak suka. Tentunya tulisan ini tidak saya buat dalam kondisi marah :p. Kebiasaan anti-sosial dalam pandangan saya yang awam ini, semakin memuncak saat BBM (Bl*ckb*rry Messenger) semakin menjamur.
Mungkin kekesalan saya ini bermula dari kejadian di restoran bermotto "Rasa Bintang Lima, harga Kaki Lima" dimana saya diajak berkumpul dengan komunitas baru saya. Saat itu saya sengaja menyusul datang walaupun kehujanan. Bayangan saya, saat makan bersama itu paling asyik bercengkerama, tertawa bersama, melepas semua beban psikologis dan aneka harapan lain. Akan tetapi, apa yang saya rasakan ketika berkumpul itu menjungkir balikan semua bayangan. Seringkali apa yang kita harapkan berbeda dengan realita, pernyataan itu benar adanya. Realita lapangannya, semua orang terlihat sibuk, sibuk dengan gadget, yaitu BB. Saya berpikir positif, barangkali setiap mereka ada urusan pekerjaan dan penting untuk segera dijawab. Ternyata cengiran mereka membuktikan pikiran saya salah. Mereka saling chat via BBM. Walaupun duduk sudah berhadapan, tetapi saling chat. Dan saya pun hanya bisa diam sementara mereka tertawa tidak jelas (tidak jelas untuk saya).
Pengalaman pribadi saya adalah salah satu contoh kasus yang tidak mengenakan dari fenomena "anti sosial" baru-baru ini. Apabila saya melihat dewasa ini, secara kasat mata, semakin banyak saja orang-orang seperti ini. Miris rasanya melihat dalam suatu kumpulan interaksi dilakukan hanya via bbm, bahkan cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Kecenderungan ini bisa membawa dalam kecelakaan. Tidak jarang saya melihat orang menyetir mobil sambil bbm, bahkan pengguna sepeda motor juga bisa bbm-an di jalan. Kecelakaan-kecelakaan kecil pun kerap terjadi, seperti menabrak pintu, terkena palang parkir, dll. Itu semua hanya sebagian dari bukti tak terbantahkan dari kebiasaan buruk sosial ini.
Kebiasaan ini muncul dari sebuah tren media sosial yang memang secara langsung mempengaruhi interaksi manusia. Nilai lebih dari penemuan messenger adalah tidak perlu tatap muka langsung apabila ada hal yang sangat penting terutama kaitannya dengan bisnis atau pekerjaan. Komunikasi tanpa tatap muka jualah yang membuat nilai interaksi kita semakin bodoh. Dampaknya terhadap teman-teman terdekat, yang tadinya bisa saling berekspresi, sekarang bisa diwakili emoticon. Jadilah kita menjadi manusia yang "kurang peka" dengan bahasa tubuh, komunikasi verbal dan perasaan. Karena semua itu bisa diwakili lewat dunia maya.
Terlepas dari rekan-rekan yang menggunakan BBm sebagai fasilitas bisnis, secara pribadi saya menghimbau untuk menetapkan waktu sampai kapan kita menggunakan itu untuk bisnis. Bisnis bisa dicari, tetapi waktu berkualitas dengan orang-orang terkasih lebih penting.
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, ada ungkapan yang paling sering orang bilang terkait kebiasaan ini, yaitu "BBM membuat orang yang dekat menjadi jauh dan yang jauh menjadi dekat". Mudah-mudahan itu cuma sebatas ungkapan tanpa menjadi sebuah realita. Adapun tulisan ini saya buat sama sekali hanya sebagai curahan hati dan bukan maksud untuk menyerang siapa pun *berlutut*.
"We live in a real world with full of fantasy, that's why bbm is created"
Kebiasaan buruk yang saya maksud adalah "Anti-sosial", yah ini yang membuat hati saya geram dan marah. Marah dalam arti sebenarnya, kesal dan tidak suka. Tentunya tulisan ini tidak saya buat dalam kondisi marah :p. Kebiasaan anti-sosial dalam pandangan saya yang awam ini, semakin memuncak saat BBM (Bl*ckb*rry Messenger) semakin menjamur.
Mungkin kekesalan saya ini bermula dari kejadian di restoran bermotto "Rasa Bintang Lima, harga Kaki Lima" dimana saya diajak berkumpul dengan komunitas baru saya. Saat itu saya sengaja menyusul datang walaupun kehujanan. Bayangan saya, saat makan bersama itu paling asyik bercengkerama, tertawa bersama, melepas semua beban psikologis dan aneka harapan lain. Akan tetapi, apa yang saya rasakan ketika berkumpul itu menjungkir balikan semua bayangan. Seringkali apa yang kita harapkan berbeda dengan realita, pernyataan itu benar adanya. Realita lapangannya, semua orang terlihat sibuk, sibuk dengan gadget, yaitu BB. Saya berpikir positif, barangkali setiap mereka ada urusan pekerjaan dan penting untuk segera dijawab. Ternyata cengiran mereka membuktikan pikiran saya salah. Mereka saling chat via BBM. Walaupun duduk sudah berhadapan, tetapi saling chat. Dan saya pun hanya bisa diam sementara mereka tertawa tidak jelas (tidak jelas untuk saya).
Pengalaman pribadi saya adalah salah satu contoh kasus yang tidak mengenakan dari fenomena "anti sosial" baru-baru ini. Apabila saya melihat dewasa ini, secara kasat mata, semakin banyak saja orang-orang seperti ini. Miris rasanya melihat dalam suatu kumpulan interaksi dilakukan hanya via bbm, bahkan cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Kecenderungan ini bisa membawa dalam kecelakaan. Tidak jarang saya melihat orang menyetir mobil sambil bbm, bahkan pengguna sepeda motor juga bisa bbm-an di jalan. Kecelakaan-kecelakaan kecil pun kerap terjadi, seperti menabrak pintu, terkena palang parkir, dll. Itu semua hanya sebagian dari bukti tak terbantahkan dari kebiasaan buruk sosial ini.
Kebiasaan ini muncul dari sebuah tren media sosial yang memang secara langsung mempengaruhi interaksi manusia. Nilai lebih dari penemuan messenger adalah tidak perlu tatap muka langsung apabila ada hal yang sangat penting terutama kaitannya dengan bisnis atau pekerjaan. Komunikasi tanpa tatap muka jualah yang membuat nilai interaksi kita semakin bodoh. Dampaknya terhadap teman-teman terdekat, yang tadinya bisa saling berekspresi, sekarang bisa diwakili emoticon. Jadilah kita menjadi manusia yang "kurang peka" dengan bahasa tubuh, komunikasi verbal dan perasaan. Karena semua itu bisa diwakili lewat dunia maya.
Terlepas dari rekan-rekan yang menggunakan BBm sebagai fasilitas bisnis, secara pribadi saya menghimbau untuk menetapkan waktu sampai kapan kita menggunakan itu untuk bisnis. Bisnis bisa dicari, tetapi waktu berkualitas dengan orang-orang terkasih lebih penting.
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, ada ungkapan yang paling sering orang bilang terkait kebiasaan ini, yaitu "BBM membuat orang yang dekat menjadi jauh dan yang jauh menjadi dekat". Mudah-mudahan itu cuma sebatas ungkapan tanpa menjadi sebuah realita. Adapun tulisan ini saya buat sama sekali hanya sebagai curahan hati dan bukan maksud untuk menyerang siapa pun *berlutut*.
"We live in a real world with full of fantasy, that's why bbm is created"
2 Comments
Iyyyyaaaa, aku juga jengkel kalo ngobrol ma orang yang malahan asik bbm-an, gak menghargai banget sih ^^' kalo lagi ngobrol mbok ya foks dong ma yang diajak ngobrol, at least kalo 'kepaksa' bbm-an, minta sori dulu kek
BalasHapushahahahha..sabar-sabar.Pengen juga ambil BBnya trus lempar ke air...akakkaka.. >D *jangan dilakukan.
BalasHapus