Taat Menabur dan Menyiram



Beberapa hari ini saya merenung tentang mengambil apa yang kita inginkan dalam hidup.

Jujur, beberapa tahun lalu saya sering terjebak dalam kata "Waktunya Tuhan". Tapi saya lebih sering merasakan mengatakan  "Waktunya Tuhan" karena didorong kemalasan untuk berusaha.

Beberapa kali saya gagal dalam beberapa hal-- sebenarnya memang belum waktunya Tuhan, tapi saya pun ambil bagian mengapa waktu itu sampai tertunda. Ya karena saya sering menunda.

Saya menunda menyelesaikan skripsi saya. Saya menunda belajar mendisiplinkan diri. Dan banyak hal-hal kecil yang saya tunda, akhirnya saya rasakan akibatnya hari ini.

Beberapa hari ini saya teringat bagaimana  Tuhan proses hidup saya dengan pekerjaan tanganNya.

Di awal saya mengalami perubahan hidup, saya begitu menggebu-gebu menceritakan kasih Tuhan. Saya mengimani dan memegang janji Tuhan bahwa jika 1 orang diselamatkan maka seisi rumah diselamatkan.

Selesai Champion Gathering pembicara sering memberikan instruksi apa yang harus kami lakukan untuk pemulihan keluarga. Apa yang tidak pernah kami lakukan harus mulai kami lakukan. Apa yang buruk yang biasa kami lakukan, mulai hentikan.

Pulang dari Champion Gathering, dengan iman menggebu-gebu ingin melihat keluarga saya dipulihkan dan mengenal Kristus, saya mulai melakukan instruksi mengirim sms minta maaf pada orang tua saya dan menyampaikan rasa sayang saya pada mereka. Grogi dan berdebar-debar luar biasa. Saya tahu orang tua saya merasa aneh. Tapi saat saya menerima balasan dari orang tua saya, mereka menerima permintaan maaf saya dan mengatakan berkat buat saya, saya merasakan sukacita yang besar. Seperti sebuah kemerdekaan.

Pada saat saya pulang ke rumah, saya mulai mengubah kebiasaan lama saya. Dulu saya suka berbetah-betah di dalam kamar. Buat saya pulang ke rumah adalah istirahat dan liburan. Tapi demi menggenapi janji Tuhan dalam hidup saya, saya mengikuti instruksi pembicara di CG. Berhenti melakukan hal buruk dan mulai melakukan kebiasaan baik. Beberapa hal saya lakukan. Diantaranya memberi diri untuk mendengarkan ibu saya, membantu Mama membereskan rumah atau duduk2 dengan orang tua bergabung dalam obrolan mereka di meja makan. Di tengah2 obrolan itu dengan antusias saya menceritakan karya Tuhan dan kesaksian-kesaksian saudara seiman. Hal lain lagi yang untuk saya pribadi cukup nekad dan malu saat melakukannya adalah memeluk orang tua saya dan mencium pipi mereka dengan sungguh2. Buat orang lain mungkin itu hal biasa, tapi buat saya saat itu seperti merobohkan tembok yang saya bangun antara saya dan orang tua saya. Saat itu saya benar-benar merasa dicintai.

Hal lain yang saya lakukan tanpa berpikir, hanya dengan keyakinan, tanpa ragu saya mengambil hari untuk puasa dan saat tidak ada orang di rumah, saya berdoa supaya Tuhan jadi penguasa tunggal keluarga kami. Mungkin seperti adegan  film War Room. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam hati saya. Saya menginginkan keluarga saya mengenal Kristus, mengalami Kristus, bukan sekedar tahu.

Bukan hanya dengan orang tua saya. Saya juga belajar berbicara dengan baik dengan adik dan kakak saya. Saya ingin mereka meraskan kasih Kristus juga lewat hidup saya. Dulu saya begitu cuek dan tidak peduli kehidupan mereka, tapi Tuhan ubah hati saya dan menggerakkan saya untuk membangun hubungan dan mengikatkan diri dengan mereka di dalam Kristus.

Tidak butuh waktu lama untuk saya melihat Tuhan menggenapi janji-Nya. Beberapa bulan sejak saya pulang dari Champion Gathering, Mama menerima tantangan saya untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya, sekalipun dia sendiri sudah menjadi seorang Kristen. Keluarga saya melihat dan merasakan bagaimana Tuhan Yesus mengubah hidup saya. Bahkan Mama jadi sering mengingatkan saya dan meminta saya untuk berdoa tumpang tangan jika dia sakit. Dia tahu Tuhan memberikan hidup yang tidak pernah saya terima sebelumnya karena itu, Mama akan tahu kalau api saya meredup.

Di hari-hari api saya meredup, saya malah melihat adik perempuan saya berapi-api buat Tuhan. Padahal dulu dia tidak mengerti bagaimana mencintai Tuhan sungguh2. Di kampusnya akhirnya dia bisa benar2 mengenal Tuhan secara pribadi. Saya mulai iri pada apinya yang berkobar-kobar, rasa iri itu setidaknya membuat saya mencari cara kembali berapi-api.

Disusul dengan adik bungsu saya dan kakak saya yang kembali aktif pelayanan. Mama Papa semakin aktif pelayanan di gereja dan tidak pernah absen. Mereka juga belajar memberikan perpuluhan dari penghasilan mereka.

Bahkan sampai hari ini saya masih melihat bagaimana Tuhan bekerja di keluarga kami. Keluarga yang dulu terasa dingin buat saya, menjadi tempat mengadu dan menghangatkan diri yang selalu saya rindukan. Masalah masih datang silih berganti, tapi ikatan kami dalam Kristus dan iman kami tidak pernah mati.

Hari ini saya diingatkan lagi akan hal itu. Tuhan punya waktu-Nya sendiri, tapi waktu itu akan terlambat datang jika kita sendiri menunda-nunda bagian kita untuk taat menanam dan menyiram. Saat itu saya hanya punya keyakinan dan iman, keselamatan saya bukan untuk saya sendiri. Kebaikan Tuhan bukan untuk saya sendiri. Saya mau keluarga saya menerimanya juga. Tanpa pikir panjang, tanpa takut malu, tanpa ragu-ragu... Saya mengambil janji Tuhan, saya meminta Dia menggenapi janjiNya. Dalam setiap tindakan saya, ada doa yang menggebu-gebu. Saya tahu Tuhan akan genapi janji-Nya, tidak tahu kapan, tapi pasti. Dan Dia benar-benar menggenapinya.

Saya masih punya mimpi tentang keluarga besar saya, keluarga kecil saya, anak saya, dan iman saya...

Mungkin ketaatan saya belum sempurna, tapi menunda untuk taat dan menyiram pun bukanlah sebuah pilihan. Saat saya meminta janji Tuhan terjadi dalam hidup saya, yang perlu saya lakukan hanya bergiat taat melakulan bagian saya. Tanpa takut, tanpa ragu, bergerak sambil menunggu waktunya Tuhan.

Bertobat lagi untuk hal ini, tidak bersembunyi dalam frase  "Waktunya Tuhan" untuk menyembunyikan kemalasan saya dalam menabur. Tapi bergerak dalam iman kepada Tuhan yang tidak pernah ingkar janji


0 Comments