Berbahasa Satu Bahasa Indonesia





Yang mengikuti blog saya sudah lama, mu ngkin menyadari ada beberapa perubahan yang terjadi dalam saya menulis. Awalnya saya memang menulis dengan sekenanya saja dengan bahasa yang biasa saya gunakan sehari-hari. Tapi, suatu saat, di waktu yang berdekatan, saya mengalami hal yang berkesan dan membaca beberapa hal yang membuat saya memutuskan untuk belajar menggunakan bahasa baku dalam menulis.

Semua berawal dari keprihatinan saya saat saya menemukan anak murid tempat saya bekerja dulu, tidak tahu bagaimana mengarang dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ya, wajar sih karena sekolah tempat saya bekerja adalah sekolah internasional dan buku yang digunakan sudah pasti sebagian besar adalah buku berbahasa Inggris. Yang membuat saya miris, waktu saya menyarankan ia untuk lebih banyak membaca buku berbahasa Indonesia supaya kemampuan Bahasa Indonesianya lebih baik, ia menjawab kalau buku berbahasa Indonesia sulit ia pahami. Saya sampai terbengong saat itu. 


Ditambah dengan orang tua saya yang mengeluh karena kedua cucunya hanya bisa berbahasa Inggris dan tidak mengerti kalau diajak berbahasa Indonesia, makin miris hati ini. Hahhaha... Puji Tuhan sekarang sudah ada perubahan. Kakak saya dengan bersusah payah mengajak anaknya berbahasa Indonesia supaya nanti saat bersosialisasi dia pun tidak akan kesulitan.

Hati saya lebih tergerak lagi untuk terus belajar menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar waktu Tepgun (Tepgun kemana aja?? Apa kabarnyaaa??) menuliskan postingan Satu Bahasa Kita yang tersambung dengan artikel  Confessions of a Lingo-Mixaholic. Waktu baca artikel itu saya 'tertampar-tampar'. Sejak saya bekerja di sekolah intenasional memang secara sadar dan tidak sadar, saya mencampur-campur bahasa yang saya gunakan. Waktu saya menunjukkan artikel ini pada Aki, saya lebih tertampar lagi. Menurutnya memang seharusnya tidak mencampur-campur bahasa kecuali ada istilah-istilah yang tidak bisa ganti dengan Bahasa Indonesia. Aki sudah lama melakukannya lebih dulu di pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Dia tidak pernah mencampur-campur bahasa jika sedang berbincang. Menulis e-mail pun dengan menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris sepenuhnya. (Aki orangnya nasionalis bangett.. ketampar lagi.. hahhaha..)

Keprihatinan saya semakin meyakinkan saya menulis dengan baik waktu menonton liputan tentang Bahasa Indonesia yang diajarkan di 79 sekolah di Australia. Murid-murid di sana bisa berbahasa Indonesia dengan baik melebihi anak-anak di Indonesia. Hiksss!!

Saya jadi teringat bagaimana budaya kita berkali-kali diakui negara lain sebagai budaya mereka sendiri. Dulu juga saya pernah menonton liputan tentang karya sastra Indonesia yang malah tersimpan di perpustakaan negara asing. Ya, Tuhann!! Rasanya tuh, nyesek di sini (nunjuk dada .. :D).

Coba kita bayangkan kalau sekarang kita asyik dengan berbagai bahasa 'alay', belajar bahasa asing, tapi kita sendiri tidak bisa menggunakan bahasa ibu kita dengan baik. *gigit jari ... Kenyataannya ternyata memang sudah terlihat. Beberapa kali menonton berita yang notabene seharusnya bisa menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, ternyata salah berkali-kali. Belum lagi kalau membaca hasil karya tulis anak-anak. Antara ingin tertawa sambil meringis-ringis. 

Semangat saya semakin terbakar waktu Nonik membagikan video atau artikel.. lupa dan mengatakan, akan menjadi sebuah kebanggaan kalau Bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa internasional seperti bahasa Inggris (Nonik masih ingat tidak?). Itu seperti sebuah mimpi. Mimpi yang bisa jadi kenyataan, kalau kita sendiri bisa menghargai bahasa ibu kita sendiri.

Jadi, setiap kali saya menulis dalam bahasa baku yang mungkin cenderung membosankan dan tidak seru. Akakkaka... Saya berharap dalam hati, minimal orang-orang yang membaca tulisan saya bisa tahu bagaimana Bahasa Indonesia itu sebenarnya. Walaupun masih butuh banyak koreksi ya.... Istilahnya, ini seperti cuci otak buat yang membaca supaya terbiasa dengan bahasa Indonesia yang benar.  Apalagi buat generasi yang jauh di bawah saya yang terbiasa dengan bahasa gaul dan sudah bercampur-campur dengan bahasa lain. Kalau yang sepantaran dengan saya atau lebih tua, saya yakin mereka kalau diminta untuk menulis dengan bahasa baku pasti bisa karena di jaman kami Bahasa Indonesia masih sangat dijunjung tinggi. Yang saya kuatirkan generasi yang jauhhh di bawah saya. Hehehhehe... *elus dada

Kemauan saya menulis dengan bahasa baku juga untuk membantu teman-teman yang jarang membaca buku dengan bahasa yang baku, yang biasanya akan kesulitan dalam menyusun kalimat Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Waktu sekolah dulu memang saya sering menemukan teman-teman yang pelajaran Bahasa Indonesianya kurang bagus biasanya mereka juga kurang membaca buku.

Kalau yang banyak membaca seperti Dhieta, Echa, atau Mega, mungkin sudah bukan masalah. Coba saja dites. Kekekek..

Mungkin tindakan saya kecil ya, tidak berarti apa-apa, tapi minimal saya melakukan sesuatu supaya hati yang miris-miris ini agak terobati. 

Ayooo... siapa lagi yang mau menulis?? Biar ramai lagi blog-blognya!! Hehehhe..



Indonesia Penuh Kemuliaan-Nya

1 Comments