Minggu kemaren, saya dan teman-teman P-Sran mendapat kepercayaan lagi untuk melayani di ibadah Profesional Energy. Ini sih bukan mau ngobrolin soal pelayanannya ya, hahhaha...Tapi soal obrolan kita di belakang panggung.
Cerita-cerita neh ya...Teman-teman sepelayanan kami rata-rata pasangan yang sudah menikah. Tahun ini saya -Aki dan 2 pasangan lagi akan menikah. Obrolan ini dimulai saat teman-teman sepelayanan menanyakan pada Aki, " Masih yakin ga lo sama Lasma dengan muka kayak gitu?!" Yang pada saat itu memang saya dapet peran cewe cupu yang belum mengerti tentang penampilan itu juga perlu diperhatikan. Ya, make upnya asli jelekkk bangettt..Temen-temen sampai ngakak-ngakak saking liat saya jadi jelek sekali. Make up yang dibuat Agnes berhasil bangeeettt...
Dari situ teman kami Agnes menanyakan ke teman kami yang lain (perempuan) yang akan menikah. " Lo udah yakin belum sama cowo lo? Jangan sampai di pernikahan, lo sendiri belum yakin." Teman saya itu cengengesan saja dan akhirnya obrolan kami mengalir ke arah bagaimana seharusnya kita perempuan menyikapi pasangan.
Dari obrolan itu saya sendiri jadi ingat sesuatu. Ada beberapa hal yang Tuhan ingatkan pada saya selama proses saya mendoakan Aki.
1. Tuhan ingetin saya untuk bukan bertanya, apakah Aki akan terima saya apadanya? Tapi bertanyalah apakah saya menerima Aki apadanya??
Kalau orang menerima kita apa adanya, itu mudah untuk kita sayangi. Tapi bagaimana kalau kita tidak bisa menerima seseorang apa adanya??
Selama ini sering kali kita (cowo atau pun cewe) membuat kriteria pasangan hidup dengan list "menerima saya apa adanya"... Padahal yang perlu kita tulis sebenarnya " Bisa saya terima apa adanya"...Bisa kita terima apa adanya di sini berarti setiap kelemahan dari calon PH kita itu bisa kita toleransi. Bisa kita imbangi. Bukan kita ubah dan kita hilangkan yaaa... (Jangan pernah harap dia berubah..harus kita dulu yang berubah).
Kalau seandainya ada perbedaan yang akhirnya ga bisa kita terima, misalnya secara keuangan dia maunya kita yang tanggung. Atau misalnya pasangan kita lebih pengen orang tua tetap ikut campur dalam urusan rumah tangga. Kalau kita tidak bisa toleransi hal tersebut, lebih baik di 'cut' secepatnya. Katanya yang udah menikah, itu bisa jadi sumber masalah.
2. Selama bangun hubungan, Tuhan ingetin saya untuk ga berfokus pada kelemahan calon PH, tapi fokus pada kelemahan dan karakter buruk apa yang masih ada di dalam diri kita yang bisa bikin hubungan rusak. Cari akarnya, akuin sama Tuhan, mengampuni, bertobat dan ambil keputusan buat pulih.
Di proses bangun hubungan ini, Tuhan memang menggodok saya habis-habisan. Karakter-karakter tidak dewasa saya, yang "SAYA PIKIR TIDAK ADA" pada saat saya masih sendirian...Semuanya muncul kepermukaan dan saya merasa sangattttt buruukkkk...Intimidasi datang silih berganti dan ini salah satu penyebab saya pernah ragu dengan Aki. Bukan karena Aki yang bermasalah, tapi karena saya ga pede dengan diri saya sendiri. Takut ga bisa ngampunin, takut ga bisa tenang ngadapin masalah, takut berharap terlalu banyak, takut kecewa, dsb. Banyak takut-takutnya.
Tapi Tuhan ingetin juga, mau pulih atau ga. Kalau mau pulih, keluar dari area itu dan belajar dari masa lalu. Masa-masa itu adalah pelajaran yang keras dari Tuhan.
Waktu saya memutuskan untuk pulih, saya jadi lebih mudah untuk mengasihi Aki apa adanya. Lebih mudah untuk mengerti kelemahan-kelemahan dia tanpa perlu menghakimi dan menuntut.
3. Bayangkan hal yang terburuk dan bersiaplah akan hal-hal yang mengecewakan. Tuhan janjikan hal-hal yang indah, tapi Dia juga perlihatkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan saya hadapi dalam pernikahan. Kalau membayangkan itu semua, rasanya pengen munduuurrr..Ciut dan jadi pengecut. Tapi di saat itu juga Tuhan ingetin, di setiap hal terburuk sekalipun..Tuhan pasti akan kasih kekuatan untuk bisa terus mengasihi Aki dengan tulus, untuk bisa mengampuni dan mendukung dia dalam keadaan apa pun. Yang penting jangan pernah tinggalkan Tuhan, jangan pernah lupa untuk libatkan Dia dalam segala hal.
Naik ke gunung itu ga mungkin jalannya selalu lurus. Akan berkelok-kelok, berbatu, dan kadang curam dan berbahaya. Karena itu, untuk melihat janji Tuhan tidak mungkin selalu hidup kita mengalami yang indah-indah.
Saya jadi ingat satu hal setiap kali ketemu masalah...Kadang-kadang Dia memberi senyuman di bibir saya. Saya tidak tahu kenapa saya tersenyum saat itu, padahal di situasi-situasi itu harusnya saya menangis, marah, atau hancur hati, tapi jauh di lubuk hati saya Roh Kudus berkata, " Tuhan akan melakukan sesuatu." Kalau Roh Kudus sudah bilang begitu, 'sesuatu' itu pastilah sangat istimewa dan tidak saya kira-kira.
4. Mengingatkan diri sendiri bahwa pernikahan bukan untuk dilayani, tapi untuk melayani. Yang ini memang syusah juga. Setiap kali Tuhan ingetin hal ini, saya juga jadi berhenti menuntut Aki (terutama tuntutan-tuntutan yang tidak masuk akal. Berhenti mematok "seorang pria harus seperti ini!" pada Aki.
Setiap kali Tuhan ingatkan hal ini, saya menjadi lebih tenang dan sabar akan segala situasi. Bukan hanya sama Aki sih. Belajar untuk tetap memberi sekalipun keuangan sulit.
Mungkin dari semuanya, hal inilah yang paling sulit. Disaat ingin dimengeri, malah harus mengerti orang lain. Saat ingin diberi, malah harus memberi pada orang lain. Saat ingin dibantu, malah harus membantu orang lain.
Proses ini yang paling tidak enak yang saya rasakan, tapi di situ juga Tuhan kasih pengertian, apa itu membunuh daging. Hahhahah....
So..Itu perenungan dalam minggu ini..:D
Cerita-cerita neh ya...Teman-teman sepelayanan kami rata-rata pasangan yang sudah menikah. Tahun ini saya -Aki dan 2 pasangan lagi akan menikah. Obrolan ini dimulai saat teman-teman sepelayanan menanyakan pada Aki, " Masih yakin ga lo sama Lasma dengan muka kayak gitu?!" Yang pada saat itu memang saya dapet peran cewe cupu yang belum mengerti tentang penampilan itu juga perlu diperhatikan. Ya, make upnya asli jelekkk bangettt..Temen-temen sampai ngakak-ngakak saking liat saya jadi jelek sekali. Make up yang dibuat Agnes berhasil bangeeettt...
Dari situ teman kami Agnes menanyakan ke teman kami yang lain (perempuan) yang akan menikah. " Lo udah yakin belum sama cowo lo? Jangan sampai di pernikahan, lo sendiri belum yakin." Teman saya itu cengengesan saja dan akhirnya obrolan kami mengalir ke arah bagaimana seharusnya kita perempuan menyikapi pasangan.
Dari obrolan itu saya sendiri jadi ingat sesuatu. Ada beberapa hal yang Tuhan ingatkan pada saya selama proses saya mendoakan Aki.
1. Tuhan ingetin saya untuk bukan bertanya, apakah Aki akan terima saya apadanya? Tapi bertanyalah apakah saya menerima Aki apadanya??
Kalau orang menerima kita apa adanya, itu mudah untuk kita sayangi. Tapi bagaimana kalau kita tidak bisa menerima seseorang apa adanya??
Selama ini sering kali kita (cowo atau pun cewe) membuat kriteria pasangan hidup dengan list "menerima saya apa adanya"... Padahal yang perlu kita tulis sebenarnya " Bisa saya terima apa adanya"...Bisa kita terima apa adanya di sini berarti setiap kelemahan dari calon PH kita itu bisa kita toleransi. Bisa kita imbangi. Bukan kita ubah dan kita hilangkan yaaa... (Jangan pernah harap dia berubah..harus kita dulu yang berubah).
Kalau seandainya ada perbedaan yang akhirnya ga bisa kita terima, misalnya secara keuangan dia maunya kita yang tanggung. Atau misalnya pasangan kita lebih pengen orang tua tetap ikut campur dalam urusan rumah tangga. Kalau kita tidak bisa toleransi hal tersebut, lebih baik di 'cut' secepatnya. Katanya yang udah menikah, itu bisa jadi sumber masalah.
2. Selama bangun hubungan, Tuhan ingetin saya untuk ga berfokus pada kelemahan calon PH, tapi fokus pada kelemahan dan karakter buruk apa yang masih ada di dalam diri kita yang bisa bikin hubungan rusak. Cari akarnya, akuin sama Tuhan, mengampuni, bertobat dan ambil keputusan buat pulih.
Di proses bangun hubungan ini, Tuhan memang menggodok saya habis-habisan. Karakter-karakter tidak dewasa saya, yang "SAYA PIKIR TIDAK ADA" pada saat saya masih sendirian...Semuanya muncul kepermukaan dan saya merasa sangattttt buruukkkk...Intimidasi datang silih berganti dan ini salah satu penyebab saya pernah ragu dengan Aki. Bukan karena Aki yang bermasalah, tapi karena saya ga pede dengan diri saya sendiri. Takut ga bisa ngampunin, takut ga bisa tenang ngadapin masalah, takut berharap terlalu banyak, takut kecewa, dsb. Banyak takut-takutnya.
Tapi Tuhan ingetin juga, mau pulih atau ga. Kalau mau pulih, keluar dari area itu dan belajar dari masa lalu. Masa-masa itu adalah pelajaran yang keras dari Tuhan.
Waktu saya memutuskan untuk pulih, saya jadi lebih mudah untuk mengasihi Aki apa adanya. Lebih mudah untuk mengerti kelemahan-kelemahan dia tanpa perlu menghakimi dan menuntut.
Baca juga YA atau BUKAN?
3. Bayangkan hal yang terburuk dan bersiaplah akan hal-hal yang mengecewakan. Tuhan janjikan hal-hal yang indah, tapi Dia juga perlihatkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan saya hadapi dalam pernikahan. Kalau membayangkan itu semua, rasanya pengen munduuurrr..Ciut dan jadi pengecut. Tapi di saat itu juga Tuhan ingetin, di setiap hal terburuk sekalipun..Tuhan pasti akan kasih kekuatan untuk bisa terus mengasihi Aki dengan tulus, untuk bisa mengampuni dan mendukung dia dalam keadaan apa pun. Yang penting jangan pernah tinggalkan Tuhan, jangan pernah lupa untuk libatkan Dia dalam segala hal.
Naik ke gunung itu ga mungkin jalannya selalu lurus. Akan berkelok-kelok, berbatu, dan kadang curam dan berbahaya. Karena itu, untuk melihat janji Tuhan tidak mungkin selalu hidup kita mengalami yang indah-indah.
Saya jadi ingat satu hal setiap kali ketemu masalah...Kadang-kadang Dia memberi senyuman di bibir saya. Saya tidak tahu kenapa saya tersenyum saat itu, padahal di situasi-situasi itu harusnya saya menangis, marah, atau hancur hati, tapi jauh di lubuk hati saya Roh Kudus berkata, " Tuhan akan melakukan sesuatu." Kalau Roh Kudus sudah bilang begitu, 'sesuatu' itu pastilah sangat istimewa dan tidak saya kira-kira.
4. Mengingatkan diri sendiri bahwa pernikahan bukan untuk dilayani, tapi untuk melayani. Yang ini memang syusah juga. Setiap kali Tuhan ingetin hal ini, saya juga jadi berhenti menuntut Aki (terutama tuntutan-tuntutan yang tidak masuk akal. Berhenti mematok "seorang pria harus seperti ini!" pada Aki.
Setiap kali Tuhan ingatkan hal ini, saya menjadi lebih tenang dan sabar akan segala situasi. Bukan hanya sama Aki sih. Belajar untuk tetap memberi sekalipun keuangan sulit.
Mungkin dari semuanya, hal inilah yang paling sulit. Disaat ingin dimengeri, malah harus mengerti orang lain. Saat ingin diberi, malah harus memberi pada orang lain. Saat ingin dibantu, malah harus membantu orang lain.
Proses ini yang paling tidak enak yang saya rasakan, tapi di situ juga Tuhan kasih pengertian, apa itu membunuh daging. Hahhahah....
So..Itu perenungan dalam minggu ini..:D
4 Comments
Haduh, pernah juga tuh dapat hal yang sama,
BalasHapusPernikahan itu bukan untuk mendapat, tapi memberi. Pernikahan itu bukan untuk dilayani tapi melayani. Pernikahan itu bukan tempat pesat, tapi ladang pelayanan.
#langsung keringetan!
Wakakak, semangat Lasma,,, Tuhan udah bikin fondasi yang kuat, saatny membangun rumah yang indah :)
@Dhieta: Thank you, Dhiet. Emang pikul salib euyy..akakkak
BalasHapusSaya sedang proses menuju ke situ dan pertanyaan-pertanyaan di atas cukup membuat saya berpikir hehehe. Terima kasih sudah diingatkan untuk banyak-banyak introspeksi dan bertanya sama Tuhan.
BalasHapusSemoga bisa membantu 😊
Hapus