Jadi orang tua itu ga ada istirahatnya. Iya. Baru lega setahun bayar uang sekolah Play Group (PG), sudah harus mikirin uang sekolah TK dan mau masuk TK mana.
Sejak akhir tahun kemarin, itulah yang saya dan Aki pusingkan. Mau masuk TK mana? Biayanya cukup ga ya? Itu yang paling ditanyakan Aki.
Sementara saya lebih mikirin, Gi bakal enjoy ga ya di sekolah yang baru? Guru-gurunya baik ga ya? Gi bisa beradaptasi dengan teman-temannya ga ya?
Wakwakwak... Beda peran, beda pertanyaan. Bapak lebih mikirin biaya, emak lebih mikirin nyiapin lahir batin si anak.
Wajar sekali ya kalau orang tua dengan anak pertama seperti kami galau dan serba kuatir dengan segala kemungkinan. Tapi Puji Tuhan kami bukan kuatir yang kelabakan. Kami membuat standar sekolah seperti apa yang akan kami percayakan mendidik Gi, sisanya Tuhan yang buka jalan.
Jadi kami membuat kriteria berdasarkan
1. Budget
Selalu pertama kali lihat ini dulu. Percuma kan kalau kami sekolahkan Gi di sekolah terbaik, tapi sehari-hari makan aja ga bisa. Hehhehe. Untuk menentukan budget ini kami juga survey dulu. Lebih tepatnya sih emaknya yang survey. Mulai dari googling sampai tanya orang tua lain. Jadi, kami tahu biaya sekolah rata-rata dari yang paling murah sampai yang paling mahal.
2. Visi
Sekolahin anak buat kami tentunya bukan sekedar mengajarkan anak bisa baca tulis dan punya nilai bagus. Saya dan Aki sepakat kalau nilai bukanlah segalanya. Kami rindu Gi punya kesenangan dalam belajar. Untuk itu, kami butuh bekerja sama dengan sekolah yang fokus utamanya mengembangkan keunikan anak itu sendiri.
Kendalanya, buat sekolah yang mahal banyak yang punya pandangan ini. Misalnya tempat saya dulu bekerja (Tunas Muda). Tapi untuk sekolah dengan biaya menengah, apalagi berdasarkan nilai iman Kristen, agak susah.
Tapi bukan berarti ga mungkin ada kan??
3. Jarak
Saya pernah bekerja dengan jarak kantor dan kosan bisa makan waktu 1 jam (temen malah ada yang bisa 3 jam di jalan). Itu saja sudah teler luar biasa. Saya sebagai orang dewasa saja teler, apalagi anak-anak.
Kami sepakat memastikan Gi harus sekolah dengan lokasi yang dekat dengan rumah. Jangan sampai energinya habis di jalan. Karena kami pun tidak punya kendaraan pribadi. Benar-benar mengandalkan angkutan umum.
Dari 3 hal ini akhirnya kami mempersempit pilihan-pilihan TK untuk Gi. Saya sempat mengunjungi 1 sekolah yang biayanya sesuai budget dan menanyakan beberapa hal. Tapi menjadi kurang sreg saat dijelaskan lulusan TK pasti bisa baca, berhitung dll.
Saya bukan tipe yang baku anak ga boleh belajar baca tulis, tapi saya juga tidak mau anak belajar dan dididik untuk mencapai target standar sekolah. Saya menceritakan tentang sekolah ini pada Aki dan dia tidak langsung OK. Saya anggap memang kami harus pertimbangkan sekolah lain.
Di awal bulan Februari kemarin, Aki khusus mengambil cuti untuk bisa survey sekolah. Selain sekolah yang pernah kami kunjungi, ada 1 sekolah lagi yang jadi target kami. Saya mendapat informasi dari tetangga kami.
Sekolahnya sudah ada sejak Aki masih kecil. Sebenarnya saya malah waswas guru-gurunya akan kaku, mengajar seperti jaman dulu.
Sampai di sekolah kami langsung bertemu dengan kepala sekolahnya. Yang membuat kami lega, kepala sekolah tidak bicara soal bisa baca tulis tapi kesiapan anak, peran orang tua, sejauh mana mereka butuh tahu keunikan setiap anak yang akan bergabung. Di situ kekuatiran saya jauh berkurang. Dalam hati berpikiri, ini sekolah yang Gi butuhkan.
Saya semakin manggut-manggut waktu Kepala Sekolah menjelaskan apa saja yang akan Gi pelajari. Walau pun TK nasional, TK mengajarkan bahasa Inggris dan mandarin. Saya agak lega karena bahasa Inggris Gi sedang berkembang karena sekolah PGnya bilingual. Walau pun bahasa Inggris bukan target utama kami, tapi dengan ada bahasa Inggris, Gi tidak akan kaget-kaget amat dengan pelajarannya di TK nanti.
Selain belajar bahasa Inggris, masih ada kelas menari, menyanyi, menggambar, dan kebaktian setiap hari Jumat. Waktu disebut ada kegiatan menari dan menyanyi, saya semakin antusias karena Gi sangat suka menyanyi dan menari.
Mendengar semua penjelasan Kepala Sekolah, kami langsung merasa berjodoh dengan sekolah ini dan langsung membeli formulir. Hari Seninnya saya langsung melunasi semua biaya pembangunan, seragam dll.
Budget pas, Kepala Sekolah punya nilai-nilai yang sama dengan kami, berdasarkan iman Kristen, lokasi yang tidak jauh dari rumah. Sem..pur..na...
Untuk sementara kami lega. Tinggal mempersiapkan Gi untuk tahu di tahun ajaran baru nanti dia akan ke sekolah baru belajar dan bermain dengan guru dan teman-teman baru.
Tuhan yang beri hikmat pada kami... Dag dig dug...
2 Comments
Anakku udah mau 3 tahun mb.. Pengen cari sekolah yang gak sekolah tiap hari.. Hepi hepi dan ada pelajaran agama juga. Bener ky cari jodoh.. Banyak kriterianya.. Hehehe
BalasHapusKalo baru 3 tahun kayaknya banyak mba yg cuma masuk 3 x seminggu. Semangat mba nyarinya. Pasti akan ketemu jodohnya 😁😁😁
Hapus