Mazmur 46:11
“ Matenglah!! Dipecat deh gua!!” itulauh jeritan hati saya saat pertama mendengar kabar dari teman kerja saya kalau namanya sudah mendapat kesan jelek di mata beberapa orang tua murid karena kecerobohan saya.
Panik. Takut. Stress. Merasa bersalah. Merasa tertuduh. Tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya mau menangis. Sudah minta maaf pada teman saya tersebut, tapi toh tidak mengubah keadaan. Belum lagi 1 informasi yang tidak saya sampaikan dengan benar pada salah satu orang tua. Kalau saya tidak menyampaikan informasi ini, nama teman saya akan semakin bertambah jelek di mata orang tua plus kepercayaan orang tua murid tersebut pada sekolah akan berkurang.
Leher tegang, kepala pusing. Berkali-kali saya telepon orang tua murid itu, tapi yang ada telepon saya tidak tersambung sama sekali. Dari pagi sampai malam saya telepon dan rasanya mau meledak karena sulitnya orang tua murid ini dihubungi. Saya ingin bertanggung jawab dengan kesalahan saya, saya sudah siap terima apa pun akibat dari kesalahan saya, tapi semakin lama telepon tidak dijawab, semakin tegang urat leher dan kepala saya.
Siapa yang pernah mengalami hal yang sama seperti saya?? Tunjuk tangan!!
Seberapa sering kita menemukan diri kita berkubang dalam masalah yang kita hadapi? Kita ingin cepat-cepat menyelesaikan segala sesuatu yang ada di hadapan kita. Kita selalu ingin cepat-cepat berpindah dari satu situasi ke situasi lain. Apalagi kalau situasi itu menekan kita.
Ingat saat kita masih SD? Kita ingin cepat-cepat menjadi SMP. Saat kita SMP ingin cepat-cepat SMA. Duduk di bangku SMA kita ingin cepat-cepat kuliah. Di saat kuliah, kita ingin cepat-cepat bekerja. Jika kita tidak menyelesaikannya tepat waktu, berarti kita dalam masalah. Ada masalah berarti harus diselesaikan. Tapi untuk menyelesaikannya ternyata tidak semudah yang kita kira. Keadaan tidak 100 % ada dalam kontrol kita sendiri.
Dosen pembimbing yang sulit ditemui sedangkan waktu mengumpulkan skripsi sudah dekat.
Sudah 3 bulan lebih kita tidak mendapat pekerjaan padahal teman-teman yang lain sudah bekerja.
Pekerjaan yang kita ambil ternyata load kerjanya sangat menekan sedangkan banyak pelayanan yang harus kita selesaikan juga.
Orang tua kita ternyata punya kriteria khusus untuk calon mantunya, sedangkan kita sedang dekat dengan seseorang yang sangat berbeda jauh dari yang orang tua kita harapkan.
Calon pasangan kita ternyata buka tipe hamba Tuhan yang suka berlama-lama berada di gereja sedangkan pasangan teman kita seorang hamba Tuhan yang rajin beribadah dan ikut pertemuan.
Anak-anak kita ternyata sampai di usianya tidak bisa bicara dengan lancar sedangkan anak lain sudah bisa bicara dengan lancar.
Lalu kita mulai mencari-cari cara untuk mengatasinya. Kita mencari jalan keluar dengan cara ini dan itu. Kita mulai panik dan ketakutan. Ini gara-gara dia! Dia sih ga bisa dibilangin! Mereka tidak mengerti saya! Apa yang salah? Apa yang telah saya lakukan?? Bagaimana saya harus membereskan masalah ini?? Bagaimana nanti kalau situasi ini tidak berubah?? Bagaimana? Bagaimana??!
Panic attack…
Sayangnya kecenderungan kita dalam menyelesaikan masalah di kondisi yang panik adalah menambah rusak keadaan. Mungkin bukan orang lain, tapi diri kita sendiri juga. Kita mulai mudah marah, mudah tersinggung, mengasihani diri sendiri, stress, dan mulai sakit-sakitan karena terlalu banyak yang kita pikirkan. Kita merusak hidup kita sendiri.
Terus apa dong yang harus kita lakukan dalam keadaan panik? Dalam keadaan luar biasa kusut. Pengen keluar dari kotak sempit dimana kita berdiri sekarang? Ke kanan salah, ke kiri salah. Harus bagaimana?
Dalam Mazmur 46: 11 Tuhan berkata pada kita,
"Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!"
Diamlah yang dimaksud pemazmur bisa bermakna ganda. Bisa supaya kita berhenti bicara, bisa berhenti melakukan sesuatu, bisa juga berhenti berpikir. Diam sejenak. Tuhan ingin kita diam sejenak di tengah-tengah keadaan yang luar biasa kacau. Untuk apa? Untuk sekedar mengingat satu hal…
Kita punya Allah yang besar. Kita punya Allah pencipta langit dan bumi. Kita punya Allah yang dapat menjungkir balikan segala sesuatu hanya dalam sekejap mata.
Ketika kita tenang, kita bisa memandang wajah Tuhan. Ketika kita memandang wajah Tuhan, kita bisa terbuka pada Tuhan. Ketika kita terbuka pada Tuhan, kita dapat berdoa dan mengungkapkan isi hati dan pengharapan kita pada-Nya. Ketika kita berdoa, kita melibatkan Dia dalam perkara kita. Ketika kita melibatkan Dia dalam perkara kita, kita memiliki pegangan. Ketika kita memiliki pegangan yang pasti dan kuat di dalam hidup kita, yaitu Tuhan, tidak ada lagi yang perlu kita takutkan.
Benar bukan?Apalagi yang kita perlu takutkan? Karena kita tahu pasti, apa yang Tuhan lakukan bukanlah rancangan kecelakaan dalam hidup kita, tapi rancangan yang terbaik dan penuh dengan harapan.
Yang pasti itulah yang saya rasakan saat saya menghadapi masalah yang saya ceritakan di atas. Waktu saya ingat kata-kata sahabat saya untuk saya tenang supaya bisa berdoa, saya sadari, saya sedang mengaduk-aduk masalah saya dan membuatnya menjadi lebih berantakan. Tapi, waktu saya berdiam, berhenti melihat ke kanan atau ke kiri, mengambil waktu untuk memandang wajah Tuhan. Hanya wajah Tuhan. Tuhan memberikan pengharapan yang baru.
Tuhan tidak bilang masalah saya akan dilupakan, tapi Dia memberikan damai sejahtera yang tidak bisa saya temukan dengan cara saya sendiri. Dia mengubah hati saya dan menyiramnya dengan air hidup. Ada iman yang baru. Iman yang mengatakan, tidak apa-apa Tuhan saya dipecat, tapi pasti Tuhan akan beri saya kekuatan. Tidak apa-apa saya dimaki, tapi pasti saya bertahan bersama Engkau. Tugas saya hanyalah mempertanggung jawabkan kesalahan saya dan menerima setiap resikonya. Sisanya biar Tuhan yang atur. Apakah saya akan dipecat atau dimaki. Saya tidak takut. Saya tidak gentar lagi.
Masalah saya selesai tidak? Selesai. Orang tua murid tersebut membatalkan kerja samanya. Puji Tuhannya, tidak ada acara pemecatan dan tidak ada acara mencaci maki. Malahan orang tua murid tersebut berterima kasih karena kami sudah berkata jujur.
Terkadang setiap mengingat hal ini saya ingin menangis karena malu. Sering sekali saya berusaha menyelesaikan masalah saya sendiri dengan isi kepala yang seperti benang kusut, padahal di samping saya Tuhan sudah mengulurkan tangannya untuk membantu saya. Bukankah itu menunjukkan ketidak percayaan saya pada Tuhan?
Hari-hari ini apa sih yang kita kuatirkan? Pekerjaan? Skripsi? Pelayanan? Anak? Pasangan hidup? Keluarga? Atau mungkin semuanya?? Semua masalah tertumpuk jadi satu di dalam kepala dan rasanya kita ingin berteriak. Ingin cepat-cepat semua beres. Ingin cepat-cepat semua berakhir. Bahkan ingin berteriak, “ Tuhan, jauhkanlah cawan ini daripadaku!”
Berdiam dirilah. Mungkin hanya setengah jam. Mungkin hanya 1 jam. Berdiam di kaki Tuhan, memandang wajah-Nya dan mengingat Dia Allah yang hidup. Tinggikan Dia dan besarkan nama-Nya, maka jiwa & roh kita pun akan bangkit. Iman kita akan bangkit. Kekuatan kita akan bangkit. Tubuh kita mendapat kekuatan baru. Mata kita melihat lebih jauh. Maka saat itu kita akan mengerti arti dari, masalahku tidak lebih besar dari Allahku.
...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu… Yesaya 30: 15
.
Ditulis untuk Majalah Pearl 2013
2 Comments
Betul ..seringnya kalau aku ada masalah aku teriak ke Tuhan “ Tuhan, jauhkanlah cawan ini daripadaku!”..seakan-akan Tuhan tidur. Apalagi dengan lambatnya jawaban yang Tuhan berikan, kayaknya Tuhan lupa kalau ada kita yang butuh pertolongan. Sadrakh, Mesakh dan Abednego memberikan kesaksian yang luar biasa, ketika iman mereka dipertaruhkan...Thanks Las..aku sangat diberkati :)
BalasHapusSama2 dew. Masih terus dalam proses pendewasaan dlm hal ini.huhuhu
Hapus