Pembenaran Diri

Merawat anak sendiri, sudah pasti menjadi impian semua ibu. Termasuk saya, makanya saya memilih bekerja di rumah. 

Tumbuh kembang anak di 5 tahun pertama sangat penting & sangat perlu diperhatikan. Lima tahun pertama itu tidak akan bisa terulang lagi.

Lalu, bagaimana dengan ibu yang bekerja? Apakah mereka salah??

Okeyyy teman-teman!! Selama ini saya sering menemukan pandangan seperti ini;

- Ih, anak lo ga full ASI? Awas obesitas lo. Males banget jadi ibu ga mau kasih ASI (kagak tahu dia kalau kasih sufor lebih ribet & repot, jadi sebenarnya kami lebih rajin hahhahaha *ngeles)

- Ih, lo di rumah doang? Terus buat apa lo sekolah tinggi-tinggi? Ngurus anak doang?

- Ih, anak kok ditinggal-tinggal kerja. Uang tuh bisa dicari. Tapi, anak siapa yang bisa ganti?

- Ih, kerja siang malem. Hasilnya juga ga keliatan.

- Ih, kerja siang malem demi duit. Iya, sih uangnya banyak, tapi pasti penyakitan & keluarganya ga keurus.

- dan ih lainnya yang bikin kita ingin menyumpal mulut orang yang bicara.
(Lasma kasaarrr)

Maksud saya di sini, kita bukan HAKIM atas hidup orang lain & pilihan yang mereka ambil. Hari ini kita bisa memberi ASI penuh buat anak kita bersyukurlah & berempatilah pada mereka yang tidak bisa. Bukan mencibirnya, bukan mempertanyakannya, bukan menyindirnya (anak sapi minum susu sapi, anak manusia masa minum susu sapi).

Kalau hari ini kita memilih menjadi IRT, jangan mencibir ibu yang memilih bekerja. Kapasitas ibu yang memilih jadi IRT dengan yang bekerja itu beda. Mereka punya pertimbangan masing-masing. 

Kenapa ya Lasma milih jadi IRT saja?? Tiga bulan pertama saya menikah, tertekan & kelelahan luar biasa. Di situ saya menemukan tidak bisa memberikan waktu yang terbaik, mood yang terbaik, tenaga yang terbaik buat suami saya. Berkali-kali saya menangis tanpa sebab karena stress & kelelahan. Kebayang kalau sudah punya anak lalu tetap bekerja?? 

Sekarang, waktu saya memutuskan bekerja dari rumah, pemasukan memang tidak tetap. Tidak bisa langsung menerima "jebrettt" sekian juta. Pelan-pelan saya harus membangunnya sendiri. Tapi, saya punya tenaga yang terbaik, waktu yang terbaik dari diri saya untuk keluarga saya. Waktu yang fleksibel, uang yang pelan-pelan diraih. Itu pilihan saya. Saya sudah mempertimbangkannya & mau menerima resikonya.

Bagaimana dengan ibu yang bekerja? Apakah mereka bisa memberi waktu yang terbaik buat keluarga? 

Tentu saja bisaaaa. Hanya saja mereka harus lebih bekerja ekstra untuk melakukannya. Banyak ibu bekerja yang berhasil mendidik anaknya dengan baik.

Ibu yang bekerja dari rumah menggunakan kreatifitasnya untuk mendapat uang lebih. Sedangkan mereka yang bekerja kantoran menggunakan kreatifitasnya untuk mendapatkan waktu yang berkualitas.

Setiap hal punya resiko. Mana yang kita pilih, kita harus siap menerima ketidaknyamanannya. Pasti akan selalu ada harga yang kita bayar.

Yang jadi masalah, kalau kita menyalahkan kondisi orang lain untuk membenarkan pilihan kita sendiri.

Misalnya. Saya sudah memilih menjadi seorang ibu yang bekerja di rumah, lalu saya katakan.

" Gua sih ga mau anak gua di asuh orang lain. Nanti anak gua blablabla...."

Atau si A melihat orang kerja siang malam, lalu mengagakan

" Ngapain kerja siang malam cari uang, tapi ga bahagia. Gua sih bersyukur dengan hidup gua." Di dalam hati mengingat seseorang.

Ccckkcckkk, pilihan kita sudah benar, tapi pilihan orang lain juga ga salah. 

Saya membagikan ini bukannya tidak pernah berpikir seperti itu. Justru saya sering menemukan pikiran saya melakukan hal demikian. Menyalahkan kondisi orang lain untuk membenarkan kondisi sendiri.

Padahal tidak bisa seperti itu. Cerita saya ya cerita saya. Cerita mereka ya cerita mereka. Kita tidak bisa memaksakan cerita hidup kita pada orang lain. Apalagi kalau hanya untuk membenarkan diri.

Lagipula, kalau kita membenarkan diri, sebenarnya ada sisi hati kita yang terusik & terganggu. Di situ kita mungkin perlu minta Tuhan selidiki isi hati kita.

Ocehan yang ngalur ngidul. Cuma nulis dari hp. Karena komit buat nulis seminggu sekali, ya harus tetap nulis.

Semoga bisa jadi berkat yaaaa 😁😁😁

2 Comments

  1. Hi Lasma. Oh ini topik yang very close to my heart and saya dengan istri sudah pernah membahas tentang ini berkali-kali. Pernikahan kami sudah hampir 7 tahun, dan saya berpendapat bahwa ibu rumah tangga adalah sebuah profesi paling penting yang sering under-rewarded and under-appreciated.

    Saking dulu ingin membela dan membuka mata orang-orang, saya sampai menulis dua posting tentang wanita dan Ibu RT di blog. Judul postingnya : "Apa reward seorang Ibu Rumah Tangga?" dan "Indahnya Hati Wanita.".

    Benar apa yang kau katakan, " pilihan kita sudah benar, tapi pilihan orang lain juga ga salah.".

    Bagi saya, seorang ibu rumah tangga merelakan 'potensi' yang bisa dia raih di dunia kerja demi merawat anak-anak dan suaminya adalah sama seperti Kristus merelakan 'potensiNya' untuk menjadi Tuhan Mahakuasa dan turun menjadi manusia biasa merawat anak-anak manusia yang nakal, berkorban supaya mereka bisa bertumbuh menjadi orang yang mengenal jalan kebenaran.

    BalasHapus
  2. Jadi terhibur baca komen kk. Memilih jadi ibu rumah tangga memang ga segampang yang dilihat orang. Ada pergumulan batin & harga diri juga. Apalagi kalau ingat orang tua sudah membiayai kuliah :p . Tapi karena sudah diputuskan dengan matang, tinggal nikmati resikonya & bersyukur dengan setiap pilihan :D

    BalasHapus