"Turunlah!"




“ Iya, Dia datang ke kota ini! Orang itu! Sekarang rombongan mereka sedang ada di pinggir kota. Mungkin sebentar lagi akan sampai di pusat kota.”

“ Aku ingin melihat Dia. Mungkin nanti Dia akan membuat mukjizat lagi.”

“ Iya benar! Ayo ke sana !”

Pembicaraan dua pria yang ada di meja belakang mengusik telingaku. Sudah beberapa hari ini orang-orang terus membicarakan ‘Dia’. Mereka bilang Dia tukang kayu, tapi ada juga yang bilang Dia itu nabi. Aku tidak tahu mana yang benar, tapi sama seperti mereka, aku penasaran.

“ Jadi, benar nabi itu sudah sampai di kota ini?” tanyaku pada pelayan kedai yang membereskan meja sebelaj mejaku.

“ Iya, sepertinya begitu.” Jawab pelayan itu sekedarnya. Ia tidak terlalu ramah padaku.

Sebenarnya semua orang tidak ramah padaku. Mereka tidak pernah suka padaku. Setiap kali aku mau bergabung dengan mereka, mereka pasti langsung memasang wajah curiga lalu pergi meninggalkanku.

Ah, aku tahu mereka tidak suka karena apa yang aku lakukan. Pekerjaanku selalu beresiko dibenci orang. Tapi kalau mereka menjadi aku, mereka pasti akan melakukan hal yang sama.

“ Ayo cepat! Mereka sudah sampai!”

Tiba-tiba dua orang wanita melintas di depan kedai. Mereka berlari terburu-buru sambil membawa tempayan yang penuh dengan air. Mereka berlari dan tidak mempedulikan air yang tumpah sepanjang mereka berlari.

Pasti mereka mau melihat nabi itu. Aku semakin penasaran. Aku harus melihat-Nya.

Aku merogoh sakuku dan meninggalkan sejumlah uang sesuai harga makanan yang kupesan. Sebenarnya masih ada pesanan lain yang belum kumakan, tapi ya sudahlah.

“ Hei, hati-hati kalau berjalan!”

Aku langsung melangkah mundur saat seorag pria tiba-tiba melintas di depanku. Ia dan beberapa pria lain berlari ke arah wanita-wanita tadi berlari. Bergegas aku mengikuti mereka.

Waduuhhh, mereka cepat sekali. Kaki pendekku tidak dapat menyamakan langkah mereka. Tak berapa lama mereka kuikuti, tau-tau sudah menghilang di belokan jalan. Aku kehilangan jejak mereka.

Kemana mereka?

Aku melihat sekelilingku. Tidak seperti biasanya jalan ini begitu sepi hari ini. Kemana semua orang?

“ Siapa tahu dia akan membuat mukjizat! Aku mau melihatnya!”

Tiga orang anak kecil berlari dengan cepat melewatiku lalu berbelok ke kanan. Itu pasti arahnya.

Aku berbelok ke kanan dan di kejauhan kulihat segerombolan orang. Sepertinya setengah dari kota ini berkumpul di sana.

“ Itu dia! Ayo cepat!”

Beberapa orang lagi melintas melewatiku. Tidak mau kalah, aku pun berlari ke arah kerumunan itu.

Tidak kusangka, ternyata kerumunan ini lebih padat dari yang kuperkirakan. Aku tidak bisa melihat nabi itu. Aku hanya bisa melihat punggung orang-orang yang berebutan untuk bisa melihat ke tengah-tengah.

Aku menghela napas kesal. Sejak dulu inilah yag selalu menjadi masalahku. Bertubuh pendek. Tidak ada orang yang ingin dilahirkan dengan tubuh pendek. Orang pendek selalu mendapat kesulitan dan dihina orang.

Aku ingin melihat Dia! Tidak adakah yang bersedia memberi jalan untukku?!

“ Maaf, permisi! Aku mau lewat! Aku mau melihat nabi itu!”

Duk! Tiba-tiba seseorang menyikutku sampai aku jatuh terduduk. Orang-orang yang ada di dekatku langsung tertawa terbahak. Sepertinya mereka puas sekali.

Dengan susah payah aku bangkit berdiri. Kukibaskan debu-debu di pakaianku dan orang-orang itu masih terus menertawakanku. Mereka memanggil –manggilku ‘pendek’.

“ Sedang apa kau di sini?”

Aku menengadahkan kepalaku dan melihat wajah meledek di depanku. Aku tahu orang ini, dia seorang pedagang. Aku sering melihatnya di pintu gerbang. Aku juga tahu dia orang yang taat beribadah. Ia sering berkumpul dan berbincang-bincang tentang Firman dan Taurat dengan beberapa temannya. Biar begitu aku tidak suka padanya. Setiap kali aku menagih pajak padanya, ia selalu memasang wajah menghina.

“ Aku ingin melihat nabi itu.” Jawabku dengan dagu terangkat.

“ Untuk apa kau melihatnya? Kau tidak pantas berada di sini. Orang berdosa sepertimu tidak akan diindahkan orang besar seperti nabi ini. Pergi sana!”

Pria itu mendorongku hingga aku mundur beberapa langkah menjauh dari kerumunan. Aku tidak membalas perbuatannya. Aku hanya terdiam, berdiri, tidak bisa menjawab kata-katanya.

Dia benar. Buat apa aku berada di sini? Nabi itu pasti tidak akan mengindahkan orang curang sepertiku.

“ Aku dengar Dia menolong seorang wanita pezinah dari hukuman rajam. Apa mungkin seorang nabi melakukan itu? Bukankah seharusya Ia ikut menghukum wanita itu?

Pembicaraan dua wanita dibelakangku membuat hatiku bergejolak. Benarkah nabi itu berani menolong wanita yang berzinah?? Bagaimana mungkin orang suci seperti Dia mau bergaul dengan orang berdosa?? Kalau para imam dan orang Farisi pasti sudah ikut melempari wanita itu juga.

Ah, orang seperti apa sebenarnya Dia?! Aku harus bertemu atau minimal melihat-Nya!!

Aku kembali mendekati kerumunan dan berusaha masuk ke tengah-tengah mereka. Beberapa dari mereka berseru marah karena dorongan bahuku yang terlalu kuat. Aku terus berusaha menerobos lewat setiap celah yang dapat kulewati.

Hei, aku melihatnya!! Maksudku, aku melihat jubahnya! Sedikit lagi aku akan bisa melihat wajahnya!!

Aku baru mau akan menerobos lagi, tapi tiba-tiba kerumunan ini bergerak dan mendorongku. Tubuhku terdorong ke kanan, ke kiri, depan dan belakang. Kerumunan ini semakin padat dan menekan tubuhku. Aku tidak bisa bernafas.

Dengan susah payah aku berusaha menerobos orang-orang. Nafasku megap-megap. Aku butuh udaraaa!!

“ HUAAAHH!!” Aku menghembuskan nafasku kuat-kuat dan menghirup udara dalam-dalam. Akhirnya aku bisa keluar dari kerumunan.

Kulihat kumpulan manusia tadi. Aku benar-benar nekad menerobos mereka.

Lalu bagaimana caranya aku bisa melihat nabi itu??

Haaaahhh…!! Aku masih lemasss karena tekanan dari kerumunan tadi. Kakiku sampai susah berdiri tegak.

Kusandarkan diriku di pohon ara yang ada di dekatku. Kuperhatikan bagaimana orang-orang yang berkerumun saling berebut untuk bisa maju ke depan dan melihat nabi itu.

Tiba-tiba dua orang keluar dari kerumunan. Yang satu tampak sangat puas, sementara yang satu lagi tampak tidak terima.

“ Dia benar-benar luar biasa! Kau dengar tadi kan? Dia orang yang sangat berkhimat.”

“ Yang benar saja! Aku tidak suka pada-Nya. Dia sepertinya tidak tahu adat istiadat orang Yahudi. Bergaulnya saja dengan orang-orang terkutuk. Bagaimana Dia bisa disebut nabi??”

Dua orang itu berlalu sambil terus berdebat dengan seru, sementara aku semakin penasaran ingin melihat nabi itu. Tapi bagaimana caranya??

Bagaimana ya?

Aku mengibaskan daun yang jatuh tepat di depan wajahku. Daun itu menghalangi pandanganku.

Satu daun jatuh lagi, lalu satu lagi, lagi.. dan lagi…

Ada apa dengan daun-daun ini? Rasa-rasanya tidak ada angin dari tadi.

Aku melihat ke atas dan melihat dedaunan yang lebat. Beberapa daun berguguran seperti hujan rintik-rintik.

Pohon ara ini sudah lama ada di tengah lingkungan ini. Bahkan sejak waktu aku masih kecil. Anak-anak sering memanjatinya seperti kera-kera lincah.

Batang pohonnya yang satu itu, yang paling besar dan kuat, dulu aku sering duduk-duduk di situ untuk menghindari teman-teman yang sering mengganggu. Batang pohon itu adalah tempat yang nyaman untuk bersantai. Aku bisa melihat seluruh kegiatan di tempat ini dari atas sana.

Eh!!

Aku melihat kea rah batang pohon itu, lalu melihat ke arah kerumunan. Aku rasa aku tahu cara melihat nabi itu! Ya, aku tahu!

Tanpa ragu lagi segera aku melepaskan kasutku dan mengalungkannya di leher. Aku meraih batang pohon terdekat dan memijakkan kaki kananku di sela-sela batang yang kokoh.

Sebenarnya sudah bertahun-tahun aku tidak memanjat pohon, tapi ternyata keahlianku ini belum hilanng sama sekali. Dengan cepat aku sudah duduk di batang pohon yang paling besar dan aku benar-benar bisa melihat sekeliling dengan leluasa.

Itu Dia!! Itu Dia!! Itu Dia nabi yang mereka perbincangkan. Dia sedang berjalan ke arah pusat kota, dia akan melewati pohon ini! Aku akan melihat-Nya dari dekat!

Nabi itu dan kerumunannya terus bergerak pelan dan semakin dekat dengan pohon dimana aku berada. Semakin mereka dekat, jantungku semakin berdetak semakin cepat.

Kalau Dia sudah dekat, aku harus melakukan apa? Apa yang akan kukatakan padanya?

Ah, kalaupun Dia melihat aku, bukankah Dia malah akan menertawakanku? Atau minimal pura-pura tidak melihat. Siapa pula orang hebat yang mau menyapa orang pendek yang bertengger di atas pohon??

“ Sudahlah, jangan terlalu banyak bermimpi! Sudah bisa melihat-Nya dari jauh saja sudah sangat untung!!” aku menepuk-nepuk kepalaku sendiri. Aku tidak mau berharap banyak.

Aku masih menepuk-nepuk kepalaku saat kurasakan sepertinya aku sedang diawasi. Aku melihat ke bawah dan kerumunan itu berhenti tepat di bawah pohon. Semua orang sedang melihat ke arahku. Beberapa di antara mereka tertawa mencemooh. Salah satunya si pria kaya itu.

Ah, memalukan!! Nabi itu juga melihatku!! Dia melihatku dengan tatapan yang lurus!

Kurasakan jantungku berdegup kencang. Sangat kencang. Rasanya aku mau melorot saja dan tenggelam ke dasar bumi. Ini memalukkan!!

“ Zakheus…”

Aku terlonjak mendengar namaku disebut. Siapa yang memanggilku? Dia?? Apa tidak salah?? Dia tahu namaku?? Dia memanggil namaku!!



“ Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.”

Aku….Aku tidak bisa berkata-kata. Aku membuka mulutku, tapi aku tidak bisa mengeluarkan satu kata pun.

Dia akan menumpang di rumahku?!! Dia akan menumpang di rumahku??!! Apa Dia tidak salah??!!

Aku masih terdiam di batang pohon itu mencari-cari sesuatu. Entah apa yang kucari. Aku bingung dan aku tidak yakin. Lalu aku berpaling pada-Nya. Aku menatapnya lekat-lekat berusaha mencari-cari sesuatu di wajah-Nya.

Ia membalas tatapanku dan perlahan senyum-Nya melebar. Tangan-Nya terulur seolah menungguku.

Dia sungguh-sungguh… Dia sungguh-sungguh… Dia sungguh-sungguh!!!

Bergegas aku turun dari pohon dan melewati orang-orang banyak dan berdiri di hadapannya. Tak kupedulikan kakiku yang tak beralas. Dengan gugup aku menunjukkan jalan ke rumahku…

“ Ke sini… Eh, bukan. Ke sini, Tuhan!”

Ia kembali tersenyum dan merangkulku. Semua orang yang ada di sekeliling kami langsung berbisik-bisik. Aku bisa mendengar bisikan-bisikan mereka. Mereka mencela perbuatan-Nya yang mau menumpang di rumahku karena aku orang berdosa.

Ucapan mereka membuatku merasa  ciut. Memang tidak seharusnya Dia datang ke rumahku dan duduk makan bersamaku. Aku tidak layak..

Pok!

Aku terlonjak merasakan tepukan kuat di bahuku. Aku mengangkat kepalaku dan memandang pada-Nya. Ia tersenyum dan … lagi-lagi menatap mataku dengan lurus, tetapi begitu hangat dan lembut. Seolah-olah dia berkata…, “ Tenanglah. Aku bersamamu.”

Kurasakan luapan kehangatan dihatiku. Aku membalas senyumannya dan mengangkat kepalaku atas semua orang sekalipun tatapan mata mereka lebih mencibir dan lebih merendahkan dari sebelum-sebelumnya…

Di antara mereka semua, Dia mau datang ke rumahku. Aku sungguh merasa tersanjuungg!!

Apakah yang bisa aku lakukan untuk-Nya? Adakah yang bisa kuberikan pada-Nya? Makanan? Uang?? Rasanya semua itu tidak cukup.

Begitu sampai di rumah aku mengajak Tuhan dan rombongan-Nya masuk. Kupanggil istri dan pelayanku agar mereka menyiapkan makanan dan tempat menginap. Sementara mereka semua sibuk menyiapkan yang kuperintahkan, aku berdiri diam di dekat pintu kamar.

Di seberangku Ia duduk bersama murid-murid-Nya. Murid-murid-Nya sibuk saling berbincang-bincang, sementara Ia menatapku. Aku memandang-Nya dan Ia memandangku…

Entah kenapa aku gemetar. Diantara semua orang yang menghina dan mencemoohku. Menghina dan mengataiku orang berdosa.. Kenapa Dia mau menerimaku?? Kenapa orang suci seperti Dia mau menerimaku?? Mengapa Dia mau duduk makan bersamaku dan keluargaku?? Kenapa Dia tidak perduli denngan kata orang lain tentangku?

Sejak aku kecil sampai hari ini belum pernah ada orang yang menerimaku apa adanya. Belum pernah ada yang menyambutku dengan tangan yang begitu terbuka. Tapi Dia melakukannya.

Aku ingin melakukan sesuatu! Aku ingin berterima kasih pada-Nya! Apa yang bisa aku lakukan untuk-Nya??!

Aku melihat sekeliling rumahku mencari-cari sesuatu. Adakah yang bisa kupersembahkan pada-Nya? Lalu aku melihat kotak penyimpanan uangku. Bergegas aku mengambilnya dan mengeluarkan isinya.

Uang yang sangat banyak dari hasil kerja keras dan ‘usaha’ku. Aku…Aku tidak menginginkannya lagi!

Kubawa semua uang itu dan bergegas mendekati-Nya. Aku duduk di dekatnya dan menunjukkan semua uang itu. Semua orang yang ada di ruangan terdiam melihatku dan memandangku penuh tanya.

“ Tuhan…” Aku memanggil-Nya dengan suara parau. Sesaat kurasakan aku kehilangan suaraku. Aku canggung, tapi Ia hanya tertawa dan menepuk bahuku seolah mendukung niatku.

“ Tuhan..” panggilku sekali lagi.

“ Tuhan, lihatlah uang-uang ini. Setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang-orang miskin dan… dan… kalau ada sesuatu yang aku peras dari orang lain akan aku kembalikan empat kali lipattt..!” Dengan susah payah aku mengatakannya dan bergetar. Aku ingin Dia tahu, aku ingin berubah.

Tuhan menatap mataku dengan dalam dan tersenyum sangat lebar. Ia memegang kedua bahuku lalu memelukku dengan erat. Setelah itu Ia memandang ke semua orang yang ada di ruangan.

“ Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini!!” Semua orang bersorak sorai, tertawa dan bertepuk tangan mendengar kata-kata-Nya. Aku tersenyum begitu lebar. Ada keselamatan di rumahku!! Ada keselamatan di dalam keluargaku!!

Aku sangat senang mendengar semua itu. Tanpa kusadari aku meneteskan air mataku sambil terus tertawa dengan gembira.

“ Karenaa…” lanjut Tuhan.

Ia sekali lagi menepuk bahuku dan merangkulku. Sambil merangkulku dan menatap mataku Ia berkata , “ dia ini pun adalah keturunan Abraham.”

Dengan air mata berderai aku mengangguk-angguk mengiyakan kata-kata-Nya. Aku terus menangis sambil tertawa. Entah apa yang kurasakan ini… Kebebasan, sukacita, kasih yang berlimpah.. Aku merasa hidupku penuh meluap. Hatiku terisi penuh dengan sesuatu yang tidak dapat kuungkapkan. Tapi aku tahu satu hal, sejak Ia berdiri di bawah pohon ara dimana aku berada. Sejak Ia menatap mataku dan memanggil nama-Ku, hidupku berubah… Dia merubah hidup-Ku. Sungguh Dia mengubah hidupku… dan keluargaku.





“ Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang “
 Lukas 19: 10


 






Djakarta, Sunday, June 17, 2012, 11:21:59 PM - amsaLFoje







2 Comments