Unfamiliar Lover - 5: Main Hati?

 Plokk!! Tepukan keras di pipi Jenny membuatnya terbangun dari lamunan. Di hadapannya Hira nyengir lebar sambil menunjukkan jasad nyamuk yang baru saja ditangkapnya.


"Ngelamun aja sih, Nyah. Dari tadi gua panggil ga nengok-nengok." omel Hira sambil menempelkan pantatnya di bangku taman, di samping Jenny.

Jenny menundukkan wajahnya menahan malu karena terpegok melamun. Ia sedang sibuk memikirkan rencana pernikahannya dengan Galuh setelah ia lulus. Tapi sepertinya ia sudah terlalu berlebihan.

Jenny menoleh pada Hira dan kali ini sahabatnya yang melamun. Ia tampak tak bersemangat dan lesu. Beberapa kali ia menghembuskan napasnya dari mulut membuat poninya melayang.

"Kenapa Ra?", tanya Jenny, penuh rasa ingin tahu. Tidak biasanya Hira tampak berpikir sangat keras.

Hira menatapnya lekat-lekat lalu menunjukkan layar hpnya. Di sana terpampang chatingan antara Hira dan Ben. Chattingan terakhir Hira dikirim tadi malam jam 10 dan hanya dibaca Ben tanpa dibalas.

"Kemarin, gua makan sama Ben di kantin dan tahu-tahu dia pergi dengan buru-buru. Kayanya ada yang penting banget. Tapi abis itu dia ga hubungin gua sama sekali, " jelas Hira sambil mengacak-acak poninya.

" Dan lo gelisah?" selidik Jenny. Ia agak kuatir. Kuatir sahabatnya bermain hati pada Ben. Padahal...

" Ya, gua ga gelisah sih.. Tapi kuatir aja ada apa-apa dengan dia.. "

Hira menggigit bibirnya dan menatap mata Jenny lekat-lekat. Perlahan Hira menyadari sikapnya yang tidak biasa. Hira gelisah.

"Hahahaha... Kenapa gua kudu gelisah cobaaa.. Palingan dia anak orang kaya yang lagi main-main sama perasaan cewe misqueen kayak gue."

Hira menggak air dari botol minumnya, berusaha menenangkan diri. Semburat merah menghiasi wajahnya. Hira seperti terluka.

Jenny menepuk bahunya pelan. Hira tidak perlu banyak bicara, Jenny tahu apa yang sahabatnya itu rasakan. Sebagian cowo memang suka sekali bermain-main dengan perasaan orang lain. Untungnya, Hira belum memiliki perasaan yang mendalam. Jangan sampai. Jangan sampai ingatannya sembuh.

Jenny memijat bahu Hira, pelan agar ia tidak terlalu stress dengan perlakuan Ben padanya. Jenny baru akan mengajaknya makan di kantin saat tiba-tiba Hira bangkit berdiri dan berlari ke arah lobi kampus.

"Ra!" panggil Jenny, bingung. Jean membereskan tasnya dan bergegas mengikuti Hira ke arah lobi.

Di lobi, Hira tampak berbincang dengan seorang cewe tinggi, berambut panjang gelombang kecoklatan. Kecantikannya lembut membuat orang bisa terpaku. Oh, ya tentu saja.. tidak ada yang tidak mengenal Pamela. Selain kembang kampus dia salah satu artis nasional yang terkenal.

Jenny pelan-pelan mendekati mereka dan memperhatikan dua cewe teman Pamela yang tampak tidak suka dengan Hira. Mereka melipat tangan di dada dan memandang Hira dengan tatapan merendahkan. Jenny ingin mencolok mata mereka kalau bisa. Apa salah Hira sampai mereka menatapnya seperti itu?

"Kapan selesai pindahannya? Gua agak kuatir..sebenarnya..." jelas Hira, dengan suara agak rendah. Sepertinya Hira belum menyadari tatapan dua sahabat Pamela, lebih baik begitu.

" Gua belum tahu, Ra. Nanti sih gua mau ke sana buat bantu-bantu dikit. Lo mau ikut?"

Berbeda jauh dari dua sahabatnya, Pamela tampak manis dan ramah. Ia tidak terganggu dengan keberadaan Hira....Dia..Sempurna...

"Eh, ga usah deh. Gua tunggu dia bales chat gua aja. Yang penting dia memang baik-baik aja."

Hira menolak dengan gugup ajakan Pamela. Sesekali ia menoleh ke arah belakang Pamela. Sepertinya dia sudah merasakan bagaimana ia dianggap pengganggu.

" Eh, Jen. Kenalin ini Pamela," tiba-tiba saja Hira menarik Jenny mendekat dan mengenalkannya pada Pamela.

" Hai, gua Jenny.." Jenny membalas uluran tangan Pamela dengan senyuman amat kaku. Pamela terlihat lebih cantik dilihat dari dekat.

" Hai, gua Pamela."

" Gua kenalin, biar Jenny punya kenalan artis juga," Hira menyeringai dengan ocehannya sendiri. Sementara Jenny merasakan wajahnya panas karena malu melihat Pamela tertawa pelan mendengar candaan Hira.

" Ra, gua harus naik. Lo tenang aja ya, nanti gua kabarin Ben biar hubungin lo dan ga bikin lo kuatir, " janji Pamela dengan senyum lembutnya membuat Jenny berjanji tidak akan pernah mengenalkan Pamela pada Galuh. Galuh salah satu penggemar Pamela. Kalau sampai dia kenal Pamela secara langsung, mungkin dia akan lupa pada dirinya.

" Ternyata Ben beberapa hari ini pindahan ke apartemen baru," jelas Hira saat Pamela sudah masuk ke lift bersama teman-temannya. Entah kenapa Jenny agak kecewa mendengar ada nada kelegaan dari cara Hira menjelaskan.

Jenny bisa melihat tatapan berharap di mata Hira. Haruskah Jenny mengatakan sesuatu untuk mematikan harapan itu? Tapi Jenny takut Hira akan marah seperti beberapa hari yang lalu. Jenny tidak lagi mau melihat kekecewaan itu di mata Hira. Mungkin untuk saat ini Jenny lebih baik diam saja. Iya...

Atau mungkin Jenny bisa menceritakannya pada mereka....


***

Hari ini langit malam Jakarta tidak menampakkan bintang sama sekali...Ah, yaa memangnya sejak kapan langit Jakarta bisa berbintang? Polusi yang terlalu pekat tentu saja menjadi biang keroknya.

Hira menggaruk hidungnya yang tak gatal untuk sekian kalinya. Ia mengecek kembali aplikasi chatnya, menunggu seseorang menghubunginya...atau ia sendiri sedang bimbang haruskah ia menghubunginya lebih dulu.

Siang tadi Hira menanyakan tentang Ben pada Pamela karena sejak kemarin Ben tidak bisa ia hubungi. Ternyata Ben sedang sibuk pindahan ke apartemen baru.

Entahlah... Ia merasa belum seharusnya. Baru dua hari ia dan Ben saling kenal, Hira tidak mau terlalu membuka diri. Apalagi dengan kondisinya yang amnesia. Tapi cara dia meninggalkannya di kantin, kemarin, membuatnya merasa agak gelisah dan penasaran.

Garukan yang kesekian kalinya lagi di hidungnya. Hira semakin merasa gerah sendiri. Akan lebih mudah menyampaikan pikirannya kalau Ben menghubunginya lebih dulu. Tadi siang, Pamela berjanji akan memberitahu Ben tentang kegelisahan Hira. Melihat Ben belum menghubunginya sampai sekarang, sepertinya Pamela belum membicarakannya.

Hira menengok sebentar ke arah ruang keluarga. Di sana Riana sedang duduk dengan santai sambil tertawa-tawa menonton talk show yang dibawakan pelawak favoritnya, Sule. Sementara itu abang keduanya, Mahesa, tampak sedang serius mengerjakan sesuatu dengan laptopnya di meja makan.

Situasi aman untuk Hira bisa menghubungi Ben lewat telepon saja. Lebih enak bicara langsung daripada harus lewat chat. Ia tidak mau galau menunggu chatnya dibaca. Apalagi kalau dibaca tapi tidak dibalas....Entah kenapa seperti orang yang sedang ngarep.

" Telepon aja kali ya..." bisik Hira pada dirinya sendiri.

Hira membuka nomor ponsel Ben dan tetap masih ragu-ragu menekan tombol "Call"...

" Hayoo, mau nelepon siapa?!"

Hampir saja Hira melempar dan menjatuhkan handphonenya ke lantai karena tepukan keras di kedua bahunya. Di belakangnya, Andra, abang sulungnya cengengesan melihat Hira mengelus dada karena terkejut.

" Hiiihh, abang nih yaaa. Apa-apaan sih!! Hampir aja hp Hira jatoohh!"

" Maap!" Andra menangkupkan tangannya dan langsung duduk di sofa, di samping Hira. Ia meletakkan bacpackernya di lantai dengan asal.

" Andra, beresin itu tas kamu yaa sebelum gangguin Hira. Jangan sampai Mama yang beresin dan lempar keluar yaa," ancam Riana tanpa menoleh dari layar tivi.

" Iya, Mamaku sayang!" jawab Andra tanpa beranjak sedikit pun. Ia kembali berpaling pada Hira dan menatap adik perempuan satu-satunya itu penuh makna.

" Apa sih, Bang?" tanya Hira, grogi. Ia takut Andra melihat nama Ben tertulis di hpnya tadi. Dia pasti akan mengajukan pertanyaan panjang kali lebar, dalam dan luas sampai Hira tak berkutik.

Tampang abangnya itu memang asal. Gondrong dengan jenggot dan kumis yang tipis-tipis. Kaosnya selalu berwarna tanah yang Hira sebut warna dekil. Badannya lebih sering beraroma matahari karena kegiatan luar ruangannya. Tapi dibalik gaya ngasalnya itu dia bisa jadi begitu cermat kalau sudah berhubungan dengan Hira. Apalagi soal cowo yang dekat dengan Hira.

" Jadi, siapa cowo itu?" tanya Andra membuat Hira tidak mampu memfokuskan pandangannya. Sebisa mungkin ia tidak mau menatap mata abangnya itu. Jangan sampai abangnya itu membaca pikirannya.

" Ah, udah jam segini. Mau bobo, ah!" Hira bangkit dari duduknya dan bergaya seperti orang mengantuk. Tapi, tentu saja trik itu tidak akan berhasil.

Andra menarik tangannya agar duduk kembali dan ia langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Hira dengan mata penuh selidik. Sementara Hira berusaha pura-pura tidak ada tatapan yang sedang menusuknya.

" Jangan menghindar. Siapa itu Ben? Ditinggal 2 minggu aja sudah punya pacar. Gimana ceritanya?"

" Iya, gimana ceritanya?" bisikan halus ditelinga lain Hira membuatnya terlonjak. Di samping kanannya Mahesa sudah mendekatkan wajahnya juga pada Hira penuh selidik. Di balik kacamatanya ia menatap Hira tak kalah tajam.

Hira tak berkutik dan tertawa keras-keras untuk menutupi kegugupannya. Andra malah menutup mulut Hira dengan tangannya, menatap adik perempuannya itu, tidak percaya.

" Cewe kok ketawa kayak setan. Gimana ceritanya si Ben mau sama kamu? Dia tahu ga kalau kamu ketawa amandel kamu aja bisa lompat keluar?"

Hira menghempaskan tangan Andra dan memonyongkan bibirnya. Hira memang suka asal tapi itu juga belajar dari abangnya yang sok keren ini.

" Mana Hira tahu kenapa dia suka Hira. Kenal aja baru 2 hari dan kita ga pacaran yeee..."

Omel Hira, menyerah untuk menyimpan rahasia tentang Ben rapat-rapat.

" Oh, belum pacar... Yah... percuma abang kuatir. Palingan ntar lagi dia kabur."

" Yeee..mending Hiralah, daripada abang jomblo yang belum pecah telor. Ga pernah pacaran."

" Iya, bener sih. Kasihan juga kamu, Bang," Mahesa membenarkan omelan Hira. Andra yang memang jomblo belum pecah telor langsung melotot dan menjitak kepala dua adiknya satu-satu.

" Iya, malulah Andra. Sudah mau 30 tahun masih jomblo. Pacarannya sama gunung, sama pantai mulu," timpal Riana sambil mengunyah rengginang tanpa menoleh dari tivi.

" Apaan sih Mama. Ikut-ikutan aja," omelan Andra hanya dibalas tawa ngakak Riana yang melihat duet Sule dan Andre Taulani yang makin hari makin ngaco.

🎶🎶🎶

Tiba-tiba hp Hira berbunyi dan di hpnya tertulis nama Ben. Tanpa pikir panjang Hira berlari ke teras menghindari 2 abangnya dan menerima telepon dari Ben.

" Ha..halo?" sapa Hira dengan gugup. Jantungnya berdegup kencang, tidak wajar.

" Halo, Hira? Hai, maaf ya ganggu kamu malam-malam.."

" Oh, iya gpp Ben. Santai aja. Gua juga ga lagi ngapa-ngapain."

" Oh, gitu..."

Setelah ucapannya Ben tidak melanjutkan pembicaraan. Ada keheningan diantara mereka yang membuat punggung Hira terasa berat.

" Gua denger lo pindah ke apartemen?" Hira mencoba membuka pembicaraan.

" Iya. Udah dengar dari Pamela ya? Mungkin aku baru bisa balik ke kampus lusa. Aku harus ngurus beberapa hal."

" Oh, iya. Kalau...Kalau...Kalau lo butuh bantuan, bilang aja ya.."

Ben tidak menjawab tapi dari sebrang Hira bisa mendengar seorang wanita memanggil Ben.

" Iya, Ma.. tunggu yaa..." jawab Ben, lemah.

" Ra, sorry ya udah dulu. Nanti aku sambung lewat chat." jelas Ben dengan terburu-buru dan lagi-lagi tanpa menunggu jawaban Hira, ia menutup teleponnya.

Hira terpaku mendengar suara sambungan telepon terputus. Punggunnya yang awalnya terasa berat tiba-tiba menjadi dingin. Ada rasa sesak di dadanya. Rasa seperti ditolak, tidak diharapkan.

Apaan..gua baru kenal dia beberapa hari. Kenapa hati gua sakit banget dengan cara dia memperlakukan gua? Aduhhh... jangan sampai gua main hatiii, jerit Hira dalam hati.


***

" Kayaknya ga berjalan mulus.." bisik Andra pada Mahesa yang berdiri di belakangnya. Andra menutup tirai dan berbalik menghadap Mahesa. Mereka mengintip Hira yang bicara lewat telepon dan sedikit merasa lega melihat ekspresi kecewanya.

" Tapi tetap ga bisa kita lepas aja dong?" tanya Mahesa memastikan.

Tadi siang Jenny menghubungi mereka lewat chatting dan menceritakan tentang Ben. Andra langsung membereskan barangnya dan check out dari penginapan yang mengendorse blognya, untuk bisa segera pulang saat tahu Hira sedang dekat dengan seorang cowo. Untungnya bukan hotel luar pulau jadi ia bisa langsung pulang setelah 2 minggu berkeliling lokasi untuk mengumpulkan data, foto untuk bahan reviewnya.

" Iya, jangan lepas. Tapi jangan terlalu agresif juga. Lo udah dapet data socmednya?"

" Belum. Kayaknya dia jarang pakai socmed. Ada beberapa nama Ben di list friends Hira, tapi gw ga yakin Ben yang mana."

" Nanti tanya Jenny lagi deh. Pokoknya jangan sampai Hira jadian sama cowo itu.." tekan Andra, serius. Mahesa mengangguk setuju.

Jangan sampai Hira memiliki hubungan dengan pria lain sebelum ingatannya pulih. Jangan sampai. Apalagi jika ia tidak tahu latar belakang cowo itu. Jangan sampai. Hira harus pulih dulu.
***

 Trakteer cendol Andra & Mahesa biar ga haus pas mata-matain Hira. 


SEBELUMNYA | SELANJUTNYA

 

0 Comments