Mendisiplinkan Anak = Mendisiplinkan Orang Tua

 


Kasus bocah ilang kemarin, akhirnya membuat Aki memberi bocah disiplin 3 hari No Screen time. 

Awal dikasih tahu disiplin itu, dia sedih banget. Air matanya ga berenti menetes. Tapi dari raut wajahnya gw tahu dia nerima disiplin itu. 

Tiap dia tahu dia punya salah, dia sudah siap dengan konsekuensi yang akan dia terima. Salah satunya disiplin dari gw atau Aki. Biasanya kalau dari gw lebih ringan karena lebih ke masalah-masalah kecil yang ganggu proses belajarnya. 

Tapi kalau sudah masalah sopan santun, perilaku yang tidak bisa kami terima di rumah. Misalnya bersikap marah dengan tidak sopan, Aki akan turun tangan langsung memberi disiplin yang lebih ketat. Tentunya dengan penjelasan dan nasehat kenapa dia tidak boleh berperilaku seperti itu. 

Seperti yang gw bilang di postingan sebelumnya, saat-saat kami mendisiplinkan bocah itu berarti kami menerima akibatnya juga. Bocah yang lepas dari hpnya sering merasa bosan dan mulai mengeluh. 

Jujur, sering kali saya tergoda untuk membiarkannya nonton sebentar. Apalagi saat Aki sedang kerja di kantor. Tapi, Puji Tuhan, Tuhan ingatkan untuk gw ga boleh menjatuhkan wibawa Aki sebagai kepala keluarga dengan diam-diam melanggar kesepakatan yang sudah Aki dan bocah buat. Kalau gw lakukan itu, sama saja sedang merusak kepercayaan yang Aki kasih. Sama saja sedang merusak intimasi gw sama Aki. 

Bocah ngeluh bosan berkali-kali, gw tahan-tahan aja. Palingan gw kasih saran kegiatan yang bisa dia lakukan. 

Waktu Aki sudah di rumah, gw ceritain soal bocah yang ngomong bosan berkali-kali. Ternyata sudah ada kesepakatan bahwa bocah ga boleh ngomong bosan selama menjalani disiplin. 

Gw sama Aki dorong dia untuk memilih kegiatan lain. Mainan dia banyak. Tinggal pilih. 

Gw ceritain ke bocah gimana gw dulu kalau lagi sakit ga boleh main di luar dan mau ga mau main sendiri di rumah. Akhirnya gw cari kegiatan. Main orang-orangan, gambar, baca buku. 

Ternyata Aki ga jauh beda. Waktu kecil, Aki dilarang main siang-siang bolong. Selama siang itu Aki sering main permainan papan seperti ular tangga, halma, dll sendirian. 

Dan cerita berakhir dengan, Aki ajarin bocah main ular tangga sendirian. Ternyata bocah bisa menang dengan cepat juga. 

Di hari lain gw kasih bocah main puzzle yang udah lama ngendep di lemari. Dulu pernah gw beliin, tapi dia ga tertarik. 



Selama disiplin ini bocah masih boleh main di luar sama teman-temannya. Dia agak gelisah mencari kegiatan hanya jika sudah malam. 

Mendisiplinkan anak sama saja mendisplinkan orang tua. Ada ketidak nyamanan yang orang tua sendiri rasakan. Menyediakan waktu lagi buat mengajarkan bocah. Orang tua sendiri harua komitmen dengan disiplin yang ia buat. Jika tidak, anak akan menganggap apa yang orang tua maksud penting ternyata tidak seserius itu. 

Capek? Bosan? Iyaa pasti. Tapi, pikirkan dampaknya ke anak jika ortu tidak mengajarkan apa yang baik dan benar pada bocah. 

Memakai proses disiplin untuk mengembangkan aspek-aspek lain dalam pertumbuhannya juga akan sangat membantu komitmen orang tua untuk tidak goyah. Seperti displin kemarin, gw sama Aki mengajarkan bocah mengatasi rasa bosan. Cari jalan keluar supaya tidak bosan. Bukan hanya berpangku tangan dan menunggu. Bergerak dan inisiatif. 

Selain itu, orang tua sendiri belajar mendisiplinkan anak dengan tetap tenang, tetap penuh kasih, dan penerimaan.

Hari ini akhirnya screen time bocah kembali lagi. Dia berhasil melewati masa disiplinnya.

Semoga dia menyimpan apa yang kami ajarkan. Semoga apa yang kami ajarkan menjadi jawaban baginya di masa yang akan datang. Aminn

0 Comments